Lebih dari 15 tahun yang lalu saya sempat merasa tersesat di jalan yang salah saat menempuh pendidikan tinggi. Ternyata fenomena salah jurusan masih dialami oleh 87% mahasiswa Indonesia di tahun 2024. Dikutip dari laman puslapdik.kemdikbud.go.id salah jurusan dapat membuat mahasiswa tidak nyaman, tidak fokus, dan malas menjalani perkuliahan.
Nah, Buibu ngga mau kan 15 tahun mendatang hal serupa masih terjadi terutama pada anak-anak kita? Yuk simak rangkuman tips dari Bu Damar Wijayanti pada sesi InstagramLive dengan Parentalk agar kemudian anak kita terbebas dari bayang-bayang DO karena salah jurusan.
Menurut Bu Damar, orangtua harus mengenali minat dan bakat anak dengan memberikan kesempatan eksplorasi aktivitas sebanyak mungkin sebelum berusia 8 tahun. Anak (maupun orangtua) tidak mungkin langsung mengetahui minat dan bakat anak tanpa melalui eksplorasi praktis dari pengalaman. Sebelum usia 8 tahun, anak punya kecenderungan gonta-ganti minat. Setelah usia 8 tahun, biasanya anak lebih matang untuk menentukan dan menyeleksi sendiri aktivitas yang dipilih sehingga dapat mengoptimalkan pada apa yang diminati atau menjadi bakatnya.
Sebelumnya, Buibu mungkin butuh tahu dulu beda bakat dengan minat. Bakat adalah potensi bawaan yang dimiliki sejak lahir sedangkan minat adalah ketertarikan seseorang terhadap suatu bidang atau aktivitas. Seseorang bisa mempunyai bakat tapi tidak ada minat, atau punya minat besar tapi tidak bakat, atau punya keduanya. Minat atau bakat hanya bisa diketahui dengan paparan aktivitas sejak dini.
Mengenalkan aktivitas pada anak
Tidak semua anak langsung memiliki minat pada aktivitas baru yang akan diikuti. Pada aktivitas musik misalnya, cara mengenalkan pada anak bisa dengan mengajak anak datang ke festival musik kemudian minta anak untuk coba trial class alih-alih langsung mendaftarkan kursus selama satu sesi.
Kenali Minat Anak
Jangan buru-buru mendaftarkan anak pada aktivitas tersebut, apalagi membeli alat yang mungkin tidak murah. Buibu harus kenali ciri-ciri anak yang memang berminat pada aktivitas tersebut.
- Perhatikan Fokus, mata, dan ekspresi anak saat mengikuti festival/trial class. Anak yang berminat punya fokus lebih panjang, mata yang berbinar, dan enjoy selama kelas.
- Setelah aktivitas selesai anak yang berminat akan antusias bercerita apa yang dialaminya tanpa diminta.
- Anak yang berminat akan langsung bertanya kapan dia akan mengikuti aktivitas tersebut.
Tegakkan Komitmen Anak dan Rendahkan Ekspektasi Orangtua
Ketika anak menunjukkan minat, ajak anak berdiskusi tentang komitmen. Jelaskan bahwa dalam satu sesi berapa kali frekuensi anak harus datang ke tempat les. Informasikan risiko apa saja yang akan dia hadapi, misalnya jarinya akan kesakitan selama beberapa waktu di awal belajar gitar. Anak yang benar-benar berminat tetap akan go dan siap menghadapi risiko dan tantangan.
Ekspektasi orangtua juga wajib dikelola ketika sudah mendaftarkan anak pada satu aktivitas. Jangan sampai target orangtua justru membebani anak sehingga anak tidak menikmati proses eksplorasi minat dan bakatnya.
Ingat, tujuan utama adalah membantu menemukan kesenangan dan mengembangkan potensi anak. Selamat Berpraktik.