Makna dan Keterikatan: Jalan Bahagia Manusia (Ulasan Buku Dan Ariely)

Ulasan Buku

Judul : Alasan Kita Rela Menderita: Logika Tersembunyi di Balik Motivasi Manusia

Penulis: Dan Ariely

Makna dan Keterikatan: Jalan Bahagia Manusia
images

Jika kita mencari tahu jawaban, mengenai mengapa kita bekerja dan mengapa setelah berkarier cukup lama, kita memilih mendaki sebuah bukit yang bernama resign , maka kita bisa jadi kita akan berupaya menaruh telunjuk kita pada “motivasi”. Banyak hal yang tercakup dalam motivasi, umumnya berkisar pada hal-hal lumrah dan bersifat eksternal, rumusnya tak terhingga; uang, pencapaian, kebahagiaan, tujuan, keinginan untuk maju, jaminan pensiun, perhatian kepada orang lain, dan seterusnya. Jadi, apa sebenarnya motivasi? Bagaimana motivasi bisa menggerakkan manusia untuk melakukan sebuah tindakan, bahkan untuk hal yang tidak masuk akal?

Saya direkomendasikan oleh adik saya, yang menggemari pembicaraan tentang ide-ide besar dengan kebaruannya, di saat saya sedang mencari-cari kembali alasan mengapa saya ada di antara 11 ibu lainnya di akademi penulis Ibu Punya Mimpi. Saya tidak menyadari bahwa saya tergerak oleh sebuah motivasi, entah apa. Setelah membaca buku ini dalam waktu yang supersingkat, saya terkesima mengetahui bahwa buku ini meski berbicara mengenai lego, sisifus, motivasi menjadi sesuatu yang rumit, kompleks, namun begitu luar biasa untuk diungkapkan.

Adalah Dan Ariely, seorang Profesor Psikologi, yang berusaha menyingkap tabir motivasi dan alasan-alasan kita melakukan berbagai hal yang gila. Dalam bukunya, Alasan Kita Rela Menderita , Dan berusaha menemukan kunci dari mengapa orang bisa rela melakukan sesuatu meski tanpa bayaran sekalipun, katakanlah, para relawan yang meninggalkan keluarganya dan membantu pengobatan pasien-pasien di medan perang? Apa relasi antara derita yang kita jalani dan motivasi? Dan beranggapan bahwa motivasi erat kaitannya dengan makna dan keterikatan.

Orang-orang itu, menurut Dan mempunyai pandangan yang berbeda, yang jauh lebih rumit daripada yang orang bayangkan mengenai motivasi. Dalam motivasi, kita mungkin bisa jadi menemukan sesuatu yang tidak kita sukai, namun penting dan berharga, juga hal yang kita anggap berharga, namun sebenarnya bisa menghancurkan motivasi.

Motivasi digerakkan oleh pemaknaan kita akan sesuatu. Dan mencontohkan bagaimana “efek IKEA” bekerja. Produk-produk yang kita beli dari IKEA mengharuskan kita merakit sendiri produk tersebut, dengan petunjuk yang seringkali tak gamblang. Berapa kali kita keliru memasang baut dan bagian-bagian sebuah kursi? Namun, ketika kursi itu selesai, kita akan menyunggingkan senyum dan benda yang kita susun dengan jerih payah itu terasa lebih dekat dengan kita. Bayangkan juga bagaimana perasaan anak kita saat menyusun bagian kecil lego menjadi sebuah bentuk. Mengapa mereka begitu tekun mengerjakan itu? Saat anak merakit satu demi satu bagian lego, ia meletakkan makna dalam kesusahpayahan itu, menjadikannya satu-satunya pekerjaan termulia yang ia bisa lakukan. Maka ia tumpukan segenap perhatiannya pada tumpukan lego.

Secara naluriah, kita memasukkan aspek personal kita: emosi dan identitas kita ada dalam karya kita. Kita berusaha terikat padanya. Kita berusaha seoptimal mungkin untuk menghasilkan karya terbaik kita. Kita mencintai karya kita. Namun, apakah orang lain bisa menilai makna yang kita rasakan pada karya kita? Di situlah bias egosentris tercipta. Kita luput untuk bisa mengerti, mengapa orang lain menilai karya kita secara tak sepadan dengan anggapan kita? Oleh karena itu, dunia pun mengubah haluannya menjadi pengutamaan personalisasi diri. Identitas diri diakui sebesar-besarnya. Produsen sepatu, misalnya, berusaha membiarkan pembeli menentukan sendiri coraknya. Identitas akan membuat seseorang terikat dengan sesuatu. Identitas bersifat jangka panjang. Maka kita ingin karya-karya kita dikenang sekalipun kita sudah tiada. Jika pengakuan akan menguatkan keterikatan kita terhadap sesuatu, maka pengabaikan akan identitas akan menghancurkan keterikatan itu sebab keterikatan memberikan makna dalam hidup. Tak ada lagi makna dari sesuatu yang awalnya terikat namun kini dihancurkan oleh pengabaian. Kita juga ingin makna diwariskan. Oleh karena itu, banyak orangtua berusaha mewariskan makna mereka terhadap sesuatu kepada anak mereka. Kendatipun demikian, pemaknaan adalah proses individu berdasarkan pengalamaan dan cernaan diri masing-masing.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang bekerja tanpa mengharapkan imbalan? Orang-orang ini, telah mempertanyakan apa makna hidup mereka, mempertanyakan apa yang bisa mereka bantu untuk orang-orang di ujung jalan sana. Mereka telah mendalami makna hidup mereka jauh lebih dalam dari orang lain. Semua itu dimulai dari niat baik dan rasa percaya. Pertukaran rasa percaya dan niat baik adalah bagian penting dan tak terpisahkan dalam motivasi manusia. Semakin mereka tidak mendapatkan imbalan apapun, makin keras mereka bekerja karena mereka telah memiliki keterikatan dengan pekerjaan itu. Jika kepercayaan dan niat baik mereka kelak akan dinilai dengan uang, kebalikan akan terjadi: kerja keras yang awalnya ada kini tak memiliki makna bagi mereka

Jadi, sekarang, saya ada di sini sebab saya tahu apa motivasi saya. Kalau Ibu, apakah Ibu sudah menemukan motivasi Ibu?

6 Likes

Mba Ika, suka banget sama reviewnyaaa. Membantu banget mba buat aku ngecek pemahamanku saat ini dan memetakan, kondisiku saat ini yang seperti apa. Buku ini bakal masuk ke reading list berikutnya, terima kasih mbaa - btw cara nulis mba enak bgt, memilah kata, kapan kalimat dipisah kapan disambung (secara aku masih tumpul bgt disitu :joy:) - ajarin mbaaa

1 Like

Bu aku jadi mempertanyakan lagi apa motivasi aku saat aku memilih dan melakukan sesuatu dan aku selarasin lagi tentang keterikatan yang aku punya terhadap sesuatu itu. Wah ini menarik Bu, jadi list buku bacaan nih. Terima kasih reviewnya :two_hearts:

1 Like

Hai Mba Innar… Salam kenal :blush: Sebenarnya enak juga Mba, menyimak paparan penulisnya, Dan Ariely, dari video-video Ted Talk-nya. Beliau sangat aktif jadi pembicara Ted. Seru. Btw, aku malahan jarang nulis, Mba. Banyak nggak pedenya juga. Kita belajar sama-sama aja Mba Innar :smile:

1 Like

Oooo ada TEDtalknyaa (langsung cus). wah sebagai penikmat TEDtalk aku kelewat nih makasih infonya mbaa ika :hugs:

1 Like

ahh nyes banget Bu Ikaa. Ya aku pun punya pandangan yang sama kalau liat orang kaya cape banget padahal dibayar berapa, setelah di gali. Oh ternyada ada hal lain yang menurut mereka jauh lebih menenangkan hati mereka dan mereka bahagia dengan apa yang mereka lakukan

Makasih Bu reviewnya :relaxed:

1 Like