Sebuah Pesan untuk Para Long Distance Mom

Every time someone asks me if I have children, I feel like I am standing naked in front of a firing squad whose bullets are judgments with the power to strip away my validity as a mother. In order to preempt the bullets, I feel the urgent need to simultaneously apologize for and justify myself as I describe my family situation to anyone.
Source: [https://distanceparent.org/personal-experience/judgement-of-a-long-distance-mom/](http://Long Distance Mom)

Beberapa dari Ibu mungkin berada di ujung dari sebuah keputusan untuk berada jauh dari anaknya. Apapun alasannya, seorang Ibu pasti punya jawaban dari pertanyaan “mengapa”.

Mungkin ada seorang Ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia yang harus bekerja siang malam demi susu, bubur dan popok. Dia yang harus rela menitipkan anaknya ke daycare atau keluarga, atau kolega yang mau membantu. Dia yang tak pernah berpikir untuk membeli apapun untuk dirinya, dan begitu melihat angka demi angka yang dia kumpulkan di ATMnya, semua yang tergambar dalam pikirannya adalah kebutuhan anaknya.

Mungkin ada juga Ibu yang sakit dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Dia yang bahkan menggendong luka atas penyakitnya yang lebih berat daripada berat badan anaknya saat ini. Dia yang menatap jendela malam hari dan berharap seseorang merawat anaknya sebaik rumah sakit memperlakukannya kini. Dia yang rindu tangisan bayi di malam hari sementara rumah sakit begitu sunyi.

Mungkin ada juga seorang Ibu yang berada di rumah pasca lahiran karena rumah sakit penuh. Dia sehat, sementara bayinya harus berada di ruang NICU, terbaring lemah dan disokong peralatan medis dan ruangan yang sangat amat dingin untuk kulit seorang bayi. Begitu petir menyambar dan hujan deras mengguyur, seorang Ibu berdoa agar anaknya tetap lelap tertidur dengan susu formula yang disandarkan pada alas karena perawat tak mampu memegang satu persatu susu untuk puluhan bayi disana.

Mungkin juga ada sebab lain mengapa sebagian Ibu di dunia ini tidak kuasa dan tidak punya pilihan selain berada jauh dari anaknya, meskipun kalau ditanya “Ibu mana yang tidak ingin merawat dan membesarkan anaknya sendiri?”

Percayalah, kita tidak sendiri. Andaikata kita belum bisa merawat anak kita saat ini, percayalah suatu saat anak kita akan kembali dekat dengan kita. Wujud cinta tidak harus dengan keberadaan. Bisa jadi keikhlasan kita untuk suatu hal yang lebih baik bagi anak kita adalah cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak terukur besarnya. Cinta yang sama lelahnya dengan jerih payah merawat dan membesarkan anak kita. Ada banyak cara menjadi Ibu, dan yakinlah yang kita jalani saat ini adalah yang terbaik untuk Ibu dan ananda.

Bila rekan-rekan menemui para Ibu yang jauh dari anaknya, rangkullah ia. Berikan dukungan tanpa menghakimi keadaannya. Percayalah, ia sedang tak punya pilihan. Be there and let’s support a long distance mom, they need it.

8 Likes

Mataku berkaca-kaca membaca ini, teringat kembali ke masa 1,5 thn pertama kehidupan anak gadisku yang harus dilalui dengan bertemu ibunya hanya seminggu sekali. Hanya bisa dbf 2 hari dalam seminggu, dan 5 hari sisanya meminum ASIP dari botol. Alhamdulillah akhirnya ada jalan untuk bisa bersama setiap hari dengan anak serta suami.

Untuk buibu yang masih berjuang di kondisi Long Distance, peluk jauuuh! This too shall pass…