Setiap anak itu punya indera ke-6, lho! Masa?

Hai, ibu! Udah pada tahu belum sih kalau indera ke-6 itu memang ada? :scream: :scream:

Poster_film_The_Sixth_Sens

Kalau bicara indera ke-6 itu jadi ingat film The Sixth Sense yang diperankan sama Haley Joel Osmen kecil ya hihi. Tapi sebetulnya bukan seperti itu yang dimaksudā€¦ Hehe.

Nah mungkin beberapa ibu disini ada yang sudah tahu kalau indera yang kita miliki bukan hanya 5 saja. (Ini bukan berlaku pada anak saja ya. Tapi pada kita tentunya karena indera ini dimiliki oleh manusia tentunya). Selama ini kita diajarkan bahwa manusia memiliki 5 panca indera. Tapi ternyata semakin kesini penelitian menemukan ada indera ke-6,ke-7, bahkan yang terakhir ada indera ke-8! Apa aja sih memang?

Kelima indera yang kita tahu sebelumnya (pendengaran, pengelihatan, penciuman, perasa, dan peraba), mungkin lebih mudah dikenali dan dipahami karena reseptornya terlihat secara kasat mata (mata, hitung, telinga, lidah, kulit). Nah, tapi ketiga indera lainnya ini tidak terlihat. Yaitu vestibular (di dalam telinga) , proprioseptif (otot dan sendi), dan yang terbaru adalah interoseptor.

Indera Proprioseptif berfungsi untuk menginterpretasikan seberapa besar kekuatan yang diperlukan untuk suatu tugas. Misalnya menulis, menarik, mendorong, dsb. Anak yang tidak memiliki gangguan pada intera proprioseptif bisa ā€œmengeluarkanā€ power yang tepat. Tidak berlebih dan juga tidak kurang.

Pada indera vestibular, reseptor ini berfungsi untuk menginterpretasikan keseimbangan diri. Apakah kita bisa berdiri tegak, seimbang, dsb. Kenapa penting dilatih? Ketika anak bermain (ayunan) misalnya, dia perlu bisa duduk tegak dan menentukan posisi tubuh yang tepat agar ayunan bisa mengayun. Termasuk juga kemampuan membedakan kanan dan kiri. Jika ia belum aware, dengan posisi tubuh, dia bisa saja belum paham arah membaca misalnya.

Sedangkan, Indera Interoseptif berguna untuk merasakan proses yang terjadi di dalam tubuh. Contohnya adalah merasa lapar dan kenyang. Kenapa perlu distimulasi dan diketahui? Anak perlu tahu kapan dia harus lapar, haus, dsb. Jika tidak, dia bisa kehausan atau lapar tapi tidak sadar karena tidak mengenali sensasi yang datang. Yang juga tidak kalah penting adalah ketika toilet training, anak perlu dilatih interoception agar paham sensasi ingin buang air kecil maupun besar.

Mengapa perlu dilatih? Karena semua proses belajar membutuhkan kedelapan indera ini. Misal ketika anak belum terlatih vestibularnya, dia masih sering terbolak-balik arah saat menulis huruf. Namun, apakah harus distimulasi dengan peralatan atau material khusus? Kalau yang saya pernah dengar dari seorang psikolog pendidikan, sebetulnya dengan alat-alat yang ada dirumah pun sudah bisa dilatih. Misalnya ketika anak makan. Dia bisa terstrimulasi indera propioseptif (tenaga untuk mengangkat sendok) dan vestibular (memegang sendok agar makanan tidak tumpah dan posisi tubuh tegak). Yang terpenting, berikan ruang anak untuk berlatih. Berikan tekstur makanan yang sesuai kemampuannya agar ia belajar menghadapi ā€œkeselekā€ sesekali (jadi tidak perlu terlalu lumat misalnya jika usia bayi sudah lebih besar). Lalu terkait stimulasi sensori juga bisa dikenalkan dengan tekstur rumput, tembok, meja, kulas yang memang ada dirumah dan berbeda-beda teksturnya.

Lalu, bagaimana kita tahu anak kita masih on track ataupun perlu stimulasi lebih bahkan perlu therapist? Yang saya tahu dari seorang psikolog, terkait red flags, biasanya terjadi jika anak sudah menunjukkan ketidaknyamanannya dengan tubuhnya sendiri sehingga ia mudah frustasi. Contohnya; terlalu sensitif pada indera pendengaran sehingga di kelas tidak mau belajar karena suara teman dianggap sangat mengganggu konsentrasi. Atau anak yang proprioseptifnya kurang dilatih maka ia belum bisa mengira-ngira kekuatan yang harus dihasilkan jika ia merasa gemas dengan anak laik (misal jadi memukul atau mencubit terlalu keras).

Untuk menentukannya, sebetulnya perlu observasi lebih lanjut dari psikolog dan therapis. Namun, orangtua bisa juga mengobservasi di awal jika anak di usia tertentu belum menunjukkan perkembangan yang sesuai (misalnya anak usia 4 tahun ketika menulis dengan pensil bisa sobek). Hal ini bisa saja karena kurang stimulasi (bermain play dough misalnya) atau memang perlu penanganan khusus. Nah tindak lanjut inilah yang mungkin bisa dikonsultasikan kepada ahlinya.

Semoga bermanfaat ya, bu!

1 Like