Aku ((GA)) Mau Sukses

Aku ((GA)) Mau Sukses

Ada ya orang yang ga mau sukses? Terus nerima aja gitu semua kegagalan yang ada dialami?

Perkaranya ternyata tidak semudah itu, ibupreuneur. Sukses menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berhasil atau beruntung. Untuk mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan nyata membutuhkan banyak perjuangan. Salah satu perjuangan yang harus dilewati adalah menerima kegagalan. Namun, manusia tidak diciptakan untuk menerima kegagalan. Manusia akan lebih cepat menerima kebahagiaan dan menjauhi kegagalan.

Dan ternyata, saking ga siapnya manusia menerima kegagalan, secara ga sadar kita mensabotase diri kita sendiri lho ibupreuneur.

Mengenali tanda sabotase diri

Ga percaya kan? Tapi mari kita cek beberapa hal dibawah ini

  1. Apakah ibu suka menunda-nunda untuk mengerjakan sesuatu?

“Ah besok aja deh aku ngerjainnya.”

“Masih ada waktu tiga hari kok, boleh kan santai dulu?”

Sering kah kata-kata ini muncul dalam keseharian ibupreuneur? Seberapa sering dalam sehari kalimat tersebut keluar? Semoga ga terlalu sering ya Bu.

  1. Apakah ibu suka mengambil keputusan mendadak dan kadang memicu konflik?

Sudah direncanakan untuk pergi ke reuni sekolah, lalu saat mau pergi merasa bajunya kurang cocok sehingga urung. Sejak lama merintis untuk menulis artikel, tapi belum juga dipublikasikan walau hanya di blog sendiri.

Pernah demikian kah ibupreuneur?

  1. Apakah ibu suka berkata “aku tuh bisa, tapi ….”

Ini adalah tanda sabotase diri yang paling mudah diketahui menurut psikiater Jiemi Adrian. Menurut beliau, ciri ini disebut sebagai pola Yes, but… Manusia akan dengan mudah mencari alasan apapun yang dibutuhkan. Termasuk mencari alasan untuk mengagalkan kesuksesan diri sendiri.

Jadi, kalau ibu sudah sering mengeluarkan kalimat “iya sih, tapi….” yuk yuk sini, kita duduk dulu.

Pengertian dan penyebab sabotase diri

Menurut Psychologytoday, sebuah perilaku dapat disebut sebagai sabotase diri saat perilaku tersebut menimbulkan masalah dalam keseharian dan mengganggu tujuan jangka panjang. Perilaku ini kadang tidak disadari oleh diri sendiri, seperti ketiga pertanyaan yang telah dipaparkan diatas. Bentuk lain dari sabotase diri diantaranya adalah perfeksionisme, “mengobati diri” dengan obat terlarang atau alkohol, makan berlebihan karena stres, melukai diri sendiri, berkonflik dengan orang lain.

Perilaku sabotase diri ini bisa ditimbulkan dari pengalaman masa kecil. Masa tumbuh kembang yang diwarnai dengan ketakutan dan kekhawatiran adalah salah satunya. Tumbuh dengan dua hal tersebut membuat diri menjadi “terbiasa”. Di lain sisi, kebahagiaan menjadi hal yang aneh dan asing. Sebuah persepsi yang bertolak belakang dengan pengertian umum tapi bisa terjadi.

Penyebab sabotase diri lainnya adalah perasaan rendah diri. Bila ditelusuri akar masalahnya, perasaan ini bisa terbawa sejak masa kecil. Saat kecil sering mendengar bahwa diri ini pemalu, maka itulah yang akan dipercayai saat dewasa. Perasaan rendah diri ini bisa saja menyebabkan seseorang merasa tak pantas menerima kebahagiaan.

Keluar dari sabotase diri

  1. Tulis dan analisa

Saat mulai merasa stres, pikiran ga karuan, dan menunda pekerjaan, sempatkan diri untuk menepi sejenak. Lalu coba tuliskan kejadian dan penyebab dari yang dirasakan tersebut. Awalnya mungkin sulit, tapi ini adalah langkah awal untuk mengetahui penyebab ibu mensabotase diri sendiri.

  1. Mencoba mengurai masalah dan mencari solusi

Bila sudah menganalisa penyebabnya, cari tahu akar masalahnya. Salah satu contoh yang diberikan di web Greatmind bisa kita contoh

SABOTASE DIRI: “Saya ingin bahagia sama pasangan. Pasangan saya orang yang baik buat kehidupan saya. Tapi kenapa saya ajakin berantem mulu ya?”

SELIDIKI AKAR: “Perasaan ini sepertinya berakar dari melihat bapak mengkhianati ibu berkali-kali, jadi ketika dewasa, saya gampang menuduh pasangan nyeleweng padahal tanpa dasar.”

SOLUSI/ TINDAKAN: “Jika saya merasa insecure, saya akan bicarakan baik-baik apa yang saya rasakan dengan pasangan, sehingga dia bisa membantu saya memproses trauma ini.”

  1. Mengubah Yes, But menjadi Yes, than

Ini adalah tips dari psikiater Jiemi Adrian. Saat kita sudah mulai mengeluarkan kalimat iya, tapi… segera ubah menjadi iya, lalu… Misalnya, kita ingin menurunkan berat badan. Alih-alih mengatakan iya sih bisa, tapi besok aja deh olahraganya. Kita bisa mengubah kalimat itu dengan, Iya bisa nurunin berat badan, maka saya perlu olah raga teratur.

Yuk yuk Bu. kita ijinkan diri kita untuk bahagia dan meraih mimpi.

Referensi

https://www.psychologytoday.com/us/basics/self-sabotage

1 Like