Anak dengan Ibu Bekerja Outputnya Lebih Buruk dibandingkan yang Menemani 24 jam?

Halo, Ibupreneur!

Aku mau share sesuatu nih dari sebuah podcast yang pembicaranya adalah seorang psikolog anak dan seorang praktisi anak usia dini. Jadi, di dalam podcast ini, disebutkan penelitian tentang output anak-anak terkait beberapa aspek tumbuh kembang dari ibu bekerja dan tidak bekerja.

Ibu-ibu masih sering gak ya mendengar komentar-komentar yang sepertinya tidak ada habisnya terkait ibu bekerja dan tidak bekerja? Misalnya,

“Sayang banget kuliah tinggi-tinggi tapi gak dipakai” atau justru
“Masa lulusan S2 tapi memercayakan anak ke lulusan SD?”

Biasanya ini jadi membuat dilema ibu dalam memilih bekerja atau menjadi pengasuh utama anak 24 jam. Tapi, sebetulnya yang mana sih yang lebih baik bagi anak? Apakah jika ibu bekerja maka output anaknya akan lebih buruk?

Nah, ternyata, penelitian yang dilakukan oleh ahli ekonomi yang bernama Emily Oster dalam buku berjudul “Cribsheet”, menunjukkan bahwa anak yang dikatakan berhasil dalam beberapa aspek (seperti tumbuh kembangnya atau performa akademis/prestasi) hasilnya tidak konsisten terlihat pada ibu bekerja ataupun tidak bekerja. Artinya, tidak mesti anak dari ibu yang bekerja lebih buruk dari yang tidak bekerja.

Pada dasarnya, baik bekerja maupun tidak semua ada konsekuensinya. Ibu yang full time mengurus anak bisa saja mengalami kejenuhan, kesepian, kurang waktu me-time, ataupun kehilangan makna produktif (apalagi jika sebelumnya bekerja). Namun mereka juga biasanya tidak kehilangan momen milestone pertama anak.

Sebaliknya, ibu bekerja harus rela kehilangan momen milestone, waktu yang lebih sedikit, ataupun rela ketika anak diasuh orang lain. Akan tetapi, ibu juga bisa jadi punya waktu lebih untuk aktualisasi diri, bertemu orang dewasa, dan tentunya mungkin punya penghasilan sendiri.

Nah, jadi, kalau menurut penelitian tadi, sebetulnya banyak faktor yang lebih memengaruhi seperti ekonomi, kualitas kedekatan antara ibu dan anak itu sendiri, interaksi, dan hal-hal yang lebih menekankan kualitas dibandingkan kuantitas.

Selain itu, di podcast disebutkan bahwa yang terpenting adalah apa yang ingin ibu lakukan untuk membahagiakan diri? Mungkin memang ada ibu yang sudah merasa cukup bahagia dengan membersamai anak 24 jam dan me-time nya pun bermain dengan anak. Ada juga yang bisa lebih happy kalau bekerja beberapa jam, lalu setelahnya jadi ingin bermain dengan anak secara optimal tanpa distraksi apapun. Jadi bukan tergantung banyaknya waktu yang dihabiskan dengan anak. Akan tetapi kualitas dari interaksinya itu sendiri yang tentunya sangat amat dipengaruhi oleh happiness sang ibu sebagai pengasuh anak. Karena apabila kita membersamai anak 24 jam, namun kita merasa jenuh tapi melampiaskan pada anak (marah-marah), rasanya interaksi itu juga akan terasa tidak berkualitas. Kasihan juga ya bu kalau anak yang jadi korbannya, hehe.

Maka dari itu, yang terpenting adalah temukan support yang bisa membuat kita lebih bahagia saat berinteraksi dengan anak. Misalnya kita butuh aktualisasi diri dengan berbisnis lalu support system kita yaitu pengasuh tambahan sebagai partner atau tandem, berbagi tugas pengasuhan dengan suami, menitipan anak beberapa jam di day care, kurikulum aktivitas dan tools bermain anak, bantuan ART jika affordable. Sisanya ya managemen waktu dengan baik. Jadi, bagi Ibupreneur, kita juga bisa set ritual quality time sama anak misalnya ngobrol sebelum tidur. Ingat, yang terpenting adalah kebahagiaan dari ibu itu sendiri yang tentunya berpengaruh besar bagi kebahagiaan dan tumbuh kembang anak nantinya!

Semoga bermanfaat!

6 Likes

Suka sekali buku iniii :heart::heart: