Besarnya Tekanan Sosial Seorang Perempuan | Review Film: Kim Ji-Young, Born 1982

Aku rasa tidak buruk juga hidup seperti ini, sebagai ibu dan istri seseorang. Terkadang aku bahagia. Namun, terkadang aku merasa terperangkap.

Tulisan diatas adalah salah satu kutipan dari film Kim Ji-Young, Born 1982 (2019). Jung Yu Mi (memerankan Kim Ji-Young) dan Gong Yoo (memerankan Dae Hyun) menjadikan film ini sebagai ajang reuni setelah sebelumnya mereka sempat beradu akting di film Train to Busan (2016).

Film ini merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama, karya Cho Nam-Ju yang mengisahkan tentang beratnya hidup sebagai perempuan dengan segala tekanan sosialnya. Seperti novelnya, film ini sukses mendapat perhatian besar dan menuai kontroversi terutama dari para anti-feminis di Korea Selatan. Memang isu kesetaraan gender atau feminisme masih menjadi topik yang tabu di berbagai negara, tidak terkecuali Korea Selatan yang masih kental dengan budaya patriarki.

Adegan dibuka dengan perkenalan Kim Ji Young, perempuan berusia sekitar 30 tahunan yang menjalani kesehariannya sebagai ibu rumah tangga. Ia memasak, merapikan rumah, memandikan anak perempuannya, dan berbagai kesibukan lainnya dalam mengurus anak. Kemudian suaminya, Dae Hyun ditampilkan sebagai sosok yang bertanggung jawab dan cinta keluarga. Ia sering kali pulang lebih cepat untuk membantu Ji Young mengurus anak. Ia pun selalu berpamitan serta menunjukkan kasih sayang pada istrinya sebelum dan sepulang kerja.

Sekilas, keluarga mereka tampak harmonis dan sempurna. Namun, sosok Ji Young kerap terlihat dengan pandangan kosong. Dae Hyun pun juga sempat beberapa kali mendatangai psikiater untuk mengeluhkan istrinya yang tampak kehilangan jati diri dan sering berbicara seperti orang lain.

Apa yang terjadi pada Ji Young sebenarnya adalah puncak dari gunung es. Ada sederet faktor yang tidak terlihat, yang menjadi penyebab psikologis Ji Young terganggu. Semasa hidupnya, Ji Young sering kali dihadapkan pada pilihan yang berat sebagai perempuan. Ia merasa tidak bebas ketika ingin membuat keputusan. Tekanan inilah yang akhirnya mengendap dalam pikiran Ji Young dan meledak setelah ia menjadi ibu.

Film ini mempunyai alur non linier (maju-mundur). Ada momen di masa kini Ji Young, yang kemudian membuat dia seperti flashback ke masa lalu. Meskipun ceritanya terlihat rumit, sang sutradara berhasil mengemas film ini menjadi tetap sederhana dan penuh makna. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil setelah menonton film ini.

Ibu Rumah Tangga dan Ibu Bekerja Mempunyai Kedudukan yang Sama

Sejak awal, film ini sangat menonjolkan bahwa ibu rumah tangga dipandang sebelah mata. Banyak anggapan bahwa ibu rumah tangga hanya bersantai dan menghabiskan uang suami. Bahkan ketika Ji Young sedang membereskan gelas yang ditumpahkan oleh anaknya di sebuah cafe, dia banyak dikomentari orang sekitar sebagai pembuat onar dan sangat lelet ketika melakukan aktivitas. Sebelum menikah, sebenarnya Ji Young sempat bekerja di sebuah perusahaan. Namun, ia juga mengalami perlakuan tidak adil dan kesulitan untuk mendapatkan promosi atas kemampuannya hanya karena ia seorang perempuan yang nantinya akan mengurus anak. Posisi perempuan sering kali serba salah. Padahal menjadi ibu rumah tangga maupun ibu pekerja kantor, perempuan tentu sudah mempertimbangkan banyak hal dan tidak seharusnya kita berikan komentar negatif atas hal tersebut.

Post-Partum Depression adalah Hal yang Nyata

Ada banyak perubahan pada perempuan ketika ia memulai peran baru sebagai ibu. Bahkan sampai ada kutipan "Ketika ibu melahirkan, bukan hanya anaknya yang lahir, namun ia juga terlahir kembali”. Perubahan drastis inilah yang memicu depresi apalagi gejalanya sering disebabkan oleh orang terdekat. Tekanan demi tekanan memaksa Ji Young menjadi istri dan ibu yang sempurna membuatnya semakin kehilangan jati diri dan akhirnya sering melamun hingga berbicara seperti orang lain. Film ini memberikan pesan bahwa jika merasa ada yang salah dalam diri, jangan ragu untuk segera meminta bantuan professional. Gangguan mental bukanlah hal yang tabu dan sama pentingnya untuk diobati seperti halnya penyakit medis.

Pelecehan Terhadap Perempuan, Bukan Salah Perempuan

Ketika Ji Young bertemu dengan kolega lamanya, ternyata ia menceritakan bahwa sedang ada kasus pelecehan di kantor. Hal ini membuat Ji Young flash back ke masa remajanya saat ia hampir dilecehkan oleh laki-laki asing ketika naik bus. Ketika Ji Young menceritakan pada keluarganya, ayahnya justru menyalahkan Ji Young karena memakai rok pendek dan terlalu ramah pada orang lain. Dalam situasi seperti itu, sang ayah seharusnya bisa lebih fokus pada cara menenangkan dan melindungi anaknya, tanpa harus menyalahkan Ji Young atas sesuatu yang bahkan tidak dilakukannya.

Support System Sangat Penting dan Berarti

Peran Dae Hyun sebagai suami disini sangat penting sebagai penetral konflik yang dialami oleh Ji Young. Sejak awal ia menyadari bahwa punya anak dan meminta Ji Young keluar dari pekerjaannya adalah tekanan dari keluarganya. Dae Hyun pun juga tidak langsung menyalahkan Ji Young ketika ada perubahan sikap padanya, dan malah mencarikan bantuan ke psikiater. Dalam masa pengobatannya, Ji Young kembali bisa bekerja sesuai dengan ritmenya sendiri hingga Dae Hyun bersedia mengambil cuti tahunan untuk mengurus anak sebagai bentuk support terhadap istrinya. Ibu kandung Ji Young juga sering datang untuk sekedar menengok keadaan Ji Young. Dukungan dari suami dan keluarga dekat memang sangat dibutuhkan agar perempuan tidak merasa sendiri dalam perjalanannya sebagai ibu.

Secara keseluruhan, Kim Ji-Young mendorong perempuan untuk berani buka suara dan berdiri sendiri dalam menghadapi ketidaksetaraan berbasis gender. Perempuan memiliki hak untuk mewujudkan impiannya tanpa dihakimi oleh orang lain. Perlu diingat juga bahwa anak sebenarnya tidak pernah menuntut ibu yang sempurna, mereka jauh lebih membutuhkan ibu yang bahagia. Jadi, sudahkah ibu bahagia?

Trailer Film Kim Ji Young Born 1982

4 Likes