Di luar sana banyak distraksi yang memikat perhatian kita.
Warna warni dunia ini memang sangat menggoda.
Aromanya pun sangat membangkitkan selera.
Tanpa sadar, semua itu telah menghela dan memacu kita berlari menuju entah kemana…(Abunnada)
Setiap hari, hidup mempertemukan kita dengan banyak sekali peristiwa… yang jika sudah terlalu banyak, membuat kita lelah dan ingin menepi sejenak. Apalagi sejak menjadi ibu, ada selaksa tugas dan peran yang harus kita kerjakan, dan tentu sangat melelahkan. Bukan hanya fisik yang perlu istirahat, jiwa kita pun perlu rehat sejenak agar lebih tenang. Namun daripada menghilangkan penat dengan menonton gosip atau sekedar scroll sosial media, mengapa tidak mencoba membaca? Abunnada menyediakan buku berjudul “Sejenak Jeda dari Letih Dunia”, yang sarat dengan hikmah sebagai alternatif penghibur jiwa.
Judul: Sejenak Jeda dari Letih Dunia
Penulis: Abunnada
Penerbit: Ahlan Pustaka Ummat
Tahun Terbit: 2020
Tebal Buku: 228 Halaman
Buku ini tampak sangat lecek bahkan ada bagian yang robek, karena sangat sering saya baca dan pinjamkan kepada beberapa orang yang merasa butuh rekomendasi bacaan yang “menyembuhkan” kepenatan.
Dalam buku “Sejenak Jeda dari Letih Dunia”, Penulis memaparkan untaian hikmah dan beberapa kisah sederhana, dengan ilustrasi yang menarik dan berwarna. Setiap tulisan di halamannya amat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari dan membuat termenung saat membacanya.
Oiya bu, menurut Abunnada a.k.a Penulisnya, Buku ini bukanlah buku agama, dalam pengertian literatur yang patut dirujuk sebagai panduan atau fatwa, hanya pemicu renungan saja, sekadar pengingat untuk berhenti sejenak dari dunia, yang kadang melelahkan badan juga jiwa.
Yuk kita kupas tipis-tipis beberapa bab dalam buku ini!
Judul pertama menyajikan sebuah renungan berjudul “Ikhlas”. Mengingatkan kita bahwa di era sosial media ini terlalu banyak yang orang ceritakan, apapun dikomentari, bahkan diperdebatkan. Mulai dari soal yang penting sampai perkara remeh dan garing. Kita lupa bahwa ada hal-hal yang seharusnya tak diperdengarkan kepada orang lain, harus tetap ada sekat-sekat rahasia yang kita jaga, demi menjaga keikhlasan kita, seperti perumpamaan yang pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, “Orang yang ikhlas kepada Rabb-nya itu seperti orang yang berjalan di atas pasir. Tak terdengar langkahnya, tapi nampak jejaknya.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Di tulisan bertajuk “Bijak”. Penulis mengatakan, “Dia yang pernah terperosok dalam kubangan nista, tak akan membiarkan orang lain jatuh pada lubang yang sama. Maka, bisa jadi, seseorang yang begitu gigih berbagi nasihat pada kita, bukan karena dia alim dan bijaksana. Tapi semata-mata karena berharap kita tak sampai mengalami musibah yang sama dengannya. Itulah cinta…” Seakan mengajak kita untuk berprasangka baik pada orang yang selalu menasihati kita, meskipun kadang kita merasa tak membutuhkan nasihat tersebut. Padahal bisa jadi, nasihat yang disampaikan merupakan bukti cinta pada kita, agar tak jatuh pada kesalahan yang sama.
Kemudian ada juga tulisan berjudul “Khilaf”, bab ini dimulai dengan sebuah komik pendek, mengilustrasikan seorang suami yang hampir tergoda oleh Sri, sekretaris pribadi di kantornya yang cantik dan perhatian. Sri selalu sigap menghidangkan secangkir kopi favoritnya di pagi hari, yang membuat Pak Suami senang karena merasa diperhatikan. Suami dalam komik ini pun membandingkan servis dari Sri dengan pelayanan istrinya yang sering terlambat, karena repot mengurus anak-anak mereka yang masih kecil. Ia mulai membayangkan bagaimana jika bisa bersanding dengan Sri yang cekatan, yang tak pernah lupa menyediakan kopi untuknya. Namun sebelum khayalannya semakin jauh, tokoh suami di “tonjok” oleh sebuah ilustrasi tangan yang besar, yang bermaksud untuk menyadarkan Pak Suami agar mengerem syahwat yang hampir menguasai. Penulis menambahkan sebuah hadits dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang menjelaskan, “Jika salah seorang dari kalian melihat perempuan, maka hendaknya ia datangi istrinya. Sesungguhnya mendatangi istri itu dapat meredam apa yang ada dalam jiwanya.” (H.R Muslim).
Hikmah dalam bab “Khilaf” menjadi pengingat tegas untuk kita, bahwa jika syahwat sudah menjadi raja atas jiwa seseorang, akalnya akan tumpul dan buta. Maka penting sekali untuk mengekang syahwat pada hal-hal haram dengan kencang, agar pernikahan tetap selamat dan menyenangkan.
Dan masih banyak lagi perenungan juga kisah menarik yang akan kita temui dalam buku Abunnada ini.
Karena isinya berbobot namun tetap ringan, maka saat membaca setiap halamannya tak akan terasa melelahkan. Ukurannya juga cukup mungil, dapat dengan mudah masuk ke tote bag atau tas pergi Ibu jika butuh bacaan untuk menghabiskan waktu, dalam perjalanan yang panjang.
Penutup
Membaca “Sejenak Jeda dari Letih Dunia”,
seperti minum air sejuk setelah berlelah-lelah maraton,
Kita akan menemukan banyak sekali kesegaran dan dengan senang hati menyesapnya.
Buku ini tepat untuk dikatakan sebuah kelap kelip lampu rest area,
Tempat para musafir menepikan kendaraan mereka.
Melepas penat sambil membuka-buka kembali peta,
seperti kata penulisnya.
Jadi bu,
Jika sudah penat, jangan lupa beristirahat ya…