Support System Paling Penting Versiku
Tulisan ini bukan merupakan sebuah teori yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan berupa edukasi maupun motivasi. Murni berupa pengalaman dan hikmah yang diambil penulis.
Banyak sekali riset dan artikel yang mengulas mengenai support system seorang Ibu.
Tahun 2017 saya membaca tulisan itu dalam keadaan mental tidak baik, di rumah hanya berdua dengan anak balita, tanpa ART, suami bekerja di luar kota, orangtua dan mertua di lain kota, saudara satu2nya yang berada di kota yang sama pun sedang berjuang dengan kehidupannya sendiri. Lalu mental saya tidak menjadi lebih baik.
Harapan memiliki support system senada dengan para influencer, dan wacana dalam artikel membuat kekecewaan membesar. Saya tidak punya mereka. Saya sendirian. Saya butuh mereka agar saya bisa lebih bahagia dan tidak chaos. Ilusi itu yang saya sirami dan terus tumbuh subur.
Sekarang tahun 2023. Dunia saya belum sepenuhnya baik, namun berproses ke arah yang lebih baik. Suami masih bekerja di luar kota, saya masih tinggal berdua dengan anak di rumah, sudah memiliki ART yang pulang setelah pekerjaan rumah selesai.
Saya mulai menerima keadaan yang tidak akan pernah ideal, merelakan harapan yang jauh dari realita hidup saya, tanpa membandingkan dengan siapapun.
Tidak realistis saya meminta support suami untuk menjaga anak saya karena saya ingin me time seperti Ibu yang memiliki suami di sebelahnya.
Tidak realistis jika saya menyuruh orangtua dan mertua untuk menjaga anak saya di rumah sementara saya bekerja seperti orangtua dan mertua Ibu lain yang lokasi rumahnya berdekatan atau satu kota.
Tidak realistis jika saya menunggu suami saya pulang ke rumah untuk memperbaiki keran kamar mandi yang rusak, sementara saya dan anak saya butuh mandi dan buang hajat sekarang.
Dan sangat tidak realistis kalau saya menginginkan semua sisi hidup saya sempurna bin ideal.
Untuk saya, support system dalam menjalankan multi peran saya di dunia adalah diri saya sendiri yang merdeka dan mandiri. Maksudnya?
Diri saya yang mandiri secara spiritual.
Merasa dekat dengan Tuhan dengan selalu mengobrol denganNya membuat saya lebih bisa menerima diri dan keadaan yang jauh dari harapan. Pandangan mengenai support system pun meluas.
Ketika merasa kesepian, saya mengeluh kepada Tuhan. Dengan baiknya Tuhan menggerakkan hati salah satu teman untuk menghubungi dan kami larut dalam obrolan yang menyenangkan. Rasa kesepian saya sirna setelahnya.
Ketika saya bingung dalam hal keuangan, saya curhat dengan Tuhan. Dengan baiknya lagi saya diberi pekerjaan.
Ada kalanya saya meminta suatu support manusia namun tidak diberi, maka saya terima, berarti saya masih disuruh untuk menjalankannya sendiri.
Diri saya yang mandiri secara mental
Ketika hati dan pikiran saya kotor dengan rasa iri, dengki, overthinking, dll, atau menghadapi kebingungan, saya mampu untuk menerima dan melewatinya tanpa bergantung dengan makhluk manapun. Dengan begini, saya akan lebih mampu melihat keadaan.
Kalau toh pada akhirnya saya memutuskan untuk meminta bantuan atau ditolong kerabat, tetangga, security komplek, teknologi, self healing, terapi dengan psikiater dan psikolog, me time di salon dan spa, ngopi bersama teman, maka itupun karena hasil bantuan support system nomor 1 di atas.
Misalnya :
Jam 12 malam anak saya butuh dilarikan ke UGD. Setelah tanya Tuhan, mental saya ditenangkan. Menggunakan taksi adalah pilihan yang saya ambil, alih-alih membawa mobil sendiri. Proses order hingga taksi datang sangat lancar dan cepat.
Supir taksi dan kendaraannya adalah support system sekunder saya yang didapat dari support system primer saya, spiritual dan mental yang mandiri.
Proses tidak akan pernah ideal, karena manusia tempatnya kurang dan salah. Namun dengan menjalankan hari demi hari sambil terus menerus mendidik diri agar memiliki dua support system primer di atas, saya yakin kehidupan saya sebagai Ibu dengan multi perannya bisa lebih berkualitas dan damai.
Lalu apakah artikel, survey dan teori mengenai support system itu salah?
Menurut saya tidak, namun alangkah lebih baik apabila artikel itu lebih banyak dibaca oleh orang-orang di sekitar Ibu, agar awareness dan empati mereka yang abai terhadap peran Ibu lebih muncul.
#challangerumiifebruari
#tulisansupportsystemibu