Memasak Bukan Sekadar Mengisi Perut, Tapi Mengisi Hati
Dapur bukan sekadar tempat memasak. Di dalamnya ada tumpukan cerita, kehangatan, dan cinta yang tak terlihat, tapi selalu terasa. Setiap ibu yang berdiri di depan kompor bukan hanya sedang mengolah bahan makanan, tapi juga meracik kenangan yang akan melekat di hati keluarga selamanya.
Ketika seorang ibu memasak, ia sedang memberikan lebih dari sekadar nutrisi. Ia menuangkan waktu, perhatian, dan kasih sayang dalam setiap sendok garam dan tetesan kecap. Masakan ibu bukan hanya tentang rasa di lidah, tapi juga tentang rasa nyaman, aman, dan kerinduan untuk selalu pulang ke rumah.
Hidangan yang Menjadi Kenangan
Dari setiap kegiatan memasak ibu di dapur, mulai dari memilih yang terbaik untuk keluarga, memasak dengan curahan cinta di setiap adukan, menyajikan kehangatan penuh kasih sayang hingga menjadikannya kenangan rasa yang melekat selamanya di hati keluarga.
Setiap hidangan yang dibuat ibu akan menjadi bagian dari kenangan keluarga. Mungkin anak-anak tak selalu ingat detailnya, tapi mereka akan selalu ingat perasaan saat menyantapnya. Rasa kuah tekwan yang hangat di hari hujan, aroma kue bolu yang menyeruak di sore hari, atau kehebohan di meja makan saat semua orang berebut untuk berbagi bercerita tentang kisah mereka hari itu.
*
Masakan Ibu, Dari Sederhana Menjadi Tak Ternilai
Masakan ibu mungkin tidak selalu sempurna. Kadang terlalu asin, kadang gosong sedikit, atau mungkin tampilannya tak seindah masakan restoran. Tapi justru di situlah letak keistimewaannya. Karena di balik setiap suapan, ada cinta, kisah dan usaha yang tak ternilai.
Suatu hari, anak-anak akan tumbuh besar dan hidup sendiri. Tapi setiap kali mereka mencium aroma tertentu atau menyantap masakan yang mirip dengan buatan ibu, mereka akan kembali ke rumah—walau hanya dalam ingatan. Masakan ibu bukan hanya sekadar makanan, tapi warisan rasa dan cinta yang melekat penuh makna dalam ingatan, bahkan saat kita sudah berjauhan atau tak lagi ada di dunia.
Seperti kutipan dari seorang guru, “Apa yang tersisa dari sesuatu yang ada, kecuali menjadi tiada dan bermakna” - (Ust. Felix Siauw). Setiap kali aku memasak untuk suami dan anak-anak, aku sedang menulis kisah yang akan terus hidup dalam hati mereka, menjadi bagian dari kenangan yang tak tergantikan. Karena menjadi tiada itu adalah hal yang pasti maka di situlah guratan salah satu makna keberadaan ku di dunia.
Sudahkah ibu meninggalkan jejak cinta di meja makan keluarga hari ini, Bu?