Di Balik Popularitas Ikumen: Mengubah Stigma Sosial Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak di Jepang


Sumber: https://www.ames.cam.ac.uk/publications/books/cool-japanese-men-studying-new-masculinities-cambridge

Bagi peminat J-drama pasti tidak asing dengan istilah “Ikemen”. Sebutan tersebut disematkan pada pria Jepang tampan yang diidolakan oleh banyak wanita. Namun, yang akan dibahas kali ini bukanlah sosok single , melainkan adalah sosok ayah yang akrab dengan anaknya tanpa mengurangi ketampanannya sedikit pun. Justru, hal itu menambah daya tarik tingkat ke-keren-an seorang ikumen. Turunan dari kata ikemen, istilah ikumen sendiri merupakan gabungan dari 2 kata yaitu ikuji yang berarti pengasuhan anak dan ikemen yang berarti pria tampan.

Ternyata di negeri sakura, konsep ini dikampanyekan secara masif dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja (MHLW). Nah lho, apa hubungannya antara ikumen dengan kesejahteraan pekerja ya?

Alasan digalakkannya fenomena ikumen

Jauh pada 3 dekade silam, tepatnya di tahun 1990 Jepang mengalami penurunan tingkat kelahiran secara signifikan. Tahu kira-kira alasannya kenapa? Dimulai sejak perang dunia 2 berakhir, budaya masyarakat Jepang menerapkan pemisahan peran ayah dan ibu dalam keluarga. Ayah akan menghabiskan waktunya untuk bekerja hingga larut malam berkenaan dengan tugasnya sebagai pencari nafkah. Sedangkan ibu, erat kaitannya dengan urusan domestik termasuk di dalamnya pengasuhan anak. Tanggung jawab ini dirasa terlalu berat bagi seorang ibu, terutama di era emansipasi wanita di mana ibu juga memiliki persamaan hak atas pengembangan diri dan karir. Tak heran jika, salah satu bentuk protes para ibu dan wanita pada generasi berikutnya adalah dengan tidak menambah atau memiliki anak. Bahkan yang lebih ekstrimnya memilih untuk melajang seumur hidup. Padahal sumber daya manusia terus diperlukan untuk keberlangsungan produktivitas dan kemajuan negara di masa mendatang.

Proyek Ikumen oleh Pemerintah

Fenomena ikumen terus digaungkan di seluruh Jepang. Melalui kampanye yang diberi nama the Sam Campaign yang diperankan oleh pria bernama Sam (suami dari aktris Jepang) menggendong seorang anak kecil yang ceria. Slogan yang diusung adalah
Men who don’t do childcare are not called father .
Kampanye ini mendorong seorang ayah untuk lebih aktif berpartisipasi dan terlibat dalam keluarga khususnya dalam hal pengasuhan anak.

Sejak saat itu, banyak bermunculan iklan-iklan, drama, buku, komik hingga majalah yang mempopulerkan tentang ikumen. Pemerintah juga mendukung terbentuknya komunitas-komunitas ikumen di kalangan masyarakat Jepang. Salah satu klub ikumen bahkan menginisiasi terbentuknya sekolah ayah. Tujuannya adalah untuk mengedukasi para ayah dan calon ayah tentang bagaimana menjadi seorang ayah yang baik.

Selain dari upaya di atas, MHLW juga perlahan-lahan mengubah peraturan ketenagakerjaan terkait cuti melahirkan ( paternal leave ) dan cuti merawat anak ( childcare leave ) bagi ayah. Dimulai dari tahun 2005, cuti melahirkan tidak hanya diperuntukkan bagi ibu, melainkan juga kepada ayah, yang dapat diambil hingga 1 tahun secara bersamaan antara suami dan istri. Pada tahun 2009 peraturan jam kerja bagi ayah dan ibu juga dipersingkat guna mendorong work-life balance sehingga ayah memiliki waktu lebih untuk membersamai keluarga. Hasilnya pun secara berangsur-angsur mulai tampak dengan meningkatnya jumlah ibu bekerja, semakin banyaknya jumlah pekerja laki-laki yang mengambil cuti paternal leave dan childcare leave , dan popularitas ikumen yang meningkat di mata wanita Jepang. Fenomena ini menciptakan image baru tentang konsep maskulinitas pria Jepang dari work-addict menjadi family-man . Cikal bakal ikumen tentunya lebih dilirik oleh wanita Jepang untuk dijadikan suami kelak.

Kendala proyek ikumen

Pada kenyataannya mengubah budaya yang sudah mengakar dari nenek moyang bukanlah hal yang mudah. Pria berkeluarga dengan celemek terpasang, sedang memasak dan dilanjutkan menyuapi anak bayi, bukanlah gambaran yang biasa di kalangan masyarakat Jepang dahulu kala. Sering kali mereka dipandang sebelah mata oleh para rekan kerjanya. Namun, pandangan ini berhasil dirubah melalui proyek ikumen yang dikumandangkan lebih dari 10 tahun.

Aplikasi Ikumen dalam Komunitas Rangkul Keluarga Kita dan Ibu Punya Mimpi

Sejalan dengan value dari komunitas Rangkul Keluarga Kita, peran ayah dalam keluarga itu sangat besar, sama besarnya dengan peran ibu. Tidak ada salahnya kita kaum ibu mengapresiasi para suami yang sudah berinisiatif untuk ikut terlibat dalam pengasuhan anak dengan pujian dan kalimat yang menonjolkan maskulinitas dari seorang suami. Siapa tahu sedikit apresiasi kita memotivasi para suami untuk lebih aktif lagi membantu tugas para ibu di rumah. Dengan begitu akan membantu menjaga kewarasan ibu dan menghasilkan keluarga yang lebih bahagia.

Nilai-nilai ini juga penting untuk diadopsi oleh para ibupreneur dan pasangannya di komunitas Ibu Punya Mimpi. Karena berdaya nya seorang ibu itu tidak luput dari dukungan suaminya. Suami yang bisa diajak untuk berbagi tugas domestik dan pengasuhan lah yang meringankan tugas ibu dan memberikan waktu serta pikiran ibupreneur untuk dituangkan dalam bentuk karya. Entah itu bisnis ibu, karya tulisan ibu ataupun karya konten-konten ibu.

Bagaimana ibupreneur , siap bisikin suami kita tentang ikumen?

Referensi:
https://www.fun-japan.jp/id/articles/8580

Muhayaroh, I., Jurnal LINGUA CULTURA Vol.9 No.2 November 2015

1 Like