Hindi Medium : Pura-pura Pailit Demi Sekolah Elit


Sumber Gambar : Imdb

Siapa sih yang tidak ingin anaknya memperoleh pendidikan yang baik? Pasti Ibuprenuer juga kan? Hampir setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Hal ini juga dilakukan oleh Raj Batra dan Meeta yang tengah berjuang agar anaknya, Pia Batra, diterima di sekolah elit. Kisah mereka dikemas dalam film drama komedi Hindi Medium.
Film yang dibintangi oleh mendiang Irrfan Khan dan Saba Qamar ini meraih rating 7,9 di Imdb. Film tahun 2017 yang berdurasi 2 jam ini sarat makna dan kritik sosial. Sepanjang film ini, Ibuprenuer akan disuguhi strategi di luar nurul yang dilakukan oleh Raj dan Meeta demi sekolah elit.

Bergaya Sulit Demi Sekolah Elit


Sumber Gambar : bollywoodhungama.com

“Gaya elit, ekonomi sulit” tidak berlaku bagi Raj dan Meeta, justru yang mereka melakukan hal sebaliknya, bergaya sulit, demi sekolah elit. Pasalnya strategi mereka pindah di perumahan elit untuk memenuhi syarat zonasi agar diterima sekolah elit, justru gagal. Latar belakang Raj dan Meeta sebagai keluarga menengah yang memiliki toko tesktil besar dan sukses di Chandni Chowk justru mendapat diskriminasi dari lingkungan sekolah elit. Latar belakang profesi Raj inilah yang membuat Pia tidak bisa diterima di sekolah elit melalui jalur reguler.

1000330339
Sumber Gambar: Taran Adarsh

Raj dan Meeta tidak menyerah. Mereka memutuskan untuk mendaftar melalui jalur beasiswa keluarga miskin yang disediakan salah satu sekolah terbaik di New Delhi, yakni Delhi Grammar School. Demi beasiswa tersebut, Raj dan Meeta pindah ke kawasan kumuh dan berpura-pura menjadi keluarga miskin baru yang disebabkan usahanya pailit akibat ditipu. Raj dan Meeta tinggal di rumah yang sempit, bahkan tempat tidur yang kecil membuat Raj dan Meeta berdempetan berebut tempat tidur. Namun, bagi Raj ada sisi lain yang justru didapat dari kehidupan miskinnya tersebut.

“Kemiskinan dan ketidakberdayaan, kerap mendatangkan keromantisan” - Raj Batra

WhatsApp Image 2024-02-17 at 10.07.09
Sumber Gambar : Taran Adarsh

Di kawasan kumuh, Raj memiliki sobat miskin bernama Syam yang juga sedang memperjuangkan beasiswa di sekolah yang sama untuk Mohan, anaknya. Dalam film ini digambarkan bahwa keluarga miskin lebih banyak menjalani kehidupan sebeban sepenanggungan. Semakin miskin, semakin sering orang berbagi antar komunitasnya. Namun, semakin kaya, semakin tinggi gerbang pembatas dan persaingan antar komunitasnya. Hal ini digambarkan dengan perbandingan melalui hubungan sosial Raj ketika di perumahan elit dan di kawasan kumuh.

Orang Miskin Yang Kalah

Syam sebagai sobat miskin digambarkan sebagai sosok yang rela berkorban untuk orang lain, termasuk membantu Raj agar Pia bisa lolos beasiswa. Sayangnya, hanya Pia yang lolos, tidak dengan Mohan anaknya sendiri. Puncaknya, penyamaran Raj sebagai orang miskin baru terbongkar langsung oleh Syam dengan cara yang tidak terduga. Hal ini menimbulkan rasa marah dan kecewa yang sangat besar.

“Politisi mencuri makan dari si miskin, pemborong merampas tanah si miskin, ketika ada kesempatan pendidikan yang layak untuk anakku kau ambil”-Syam Prakash

Dalam film ini, tampak bahwa orang miskin cenderung kalah, bukan hanya karena tidak memiliki sumber daya, namun juga tidak terpikirkan cara cerdas untuk culas. Sepanjang hidupnya, orang miskin hanya mengerti cara bertahan hidup dengan berbagi dan berkorban. Sedangkan kelas menengah memiliki lebih banyak sumber daya dan pilihan yang dapat digunakan sesuka hati. Film ini, membuat Ibuprenuer berkaca dan mengecek kembali privilese apa yang dimiliki dan bagaimana menggunakannya, apakah kita akan menggunakan untuk kebaikan atau sebaliknya? Disisi lain, film ini juga membangunkan kelas menengah yang tengah tertidur tanpa menyadari bahwa sebenarnya kelas menengah kurang diuntungkan oleh beberapa kebijakan pemerintah.

Kelas Nanggung Yang Bingung
hindi-med IBTimes India
Sumber Gambar : Imdb

Isu yang diangkat dalam film Hindi Medium juga ditemui di Indonesia. Di Indonesia, sebagai komunitas yang tidak kaya raya dan juga tidak miskin, kelas menengah terengah-engah membiayai pendidikan yang kian hari kian mahal dan menjadi ladang bisnis. Disisi lain, kelas menengah juga tidak memenuhi kualifikasi mendaftar beasiswa keluarga miskin, seperti Bidik Misi atau program Kartu Indonesia Pintar. Beasiswa regular tidak banyak dijumpai, kalaupun ada kalah saing dengan anak-anak kelas atas yang sejak kecil fasilitas pendidikannya mumpuni untuk mencapai beasiswa non keluarga miskin, misalnya LPDP, Erasmus Mundus dan lainnya. Dalam film ini menggambarkan bahwa kelas menengah cenderung sebagai kelas nanggung yang bingung dan tidak banyak diuntungkan dari beberapa kebijakan pemerintah, khususnya dalam hal pendidikan. Posisinya terjepit di tengah, dan lalai tersorot kebijakan pemerintah.
Sistem zonasi juga melahirkan praktik kecurangan di masyarakat. Sebagian orang rela pindah atau meminjam alamat orang lain untuk mendaftarkan anak di sekolah terbaik. Disisi lain, praktik penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) oleh keluarga non miskin menjadi jalan ninja untuk memenuhi persyaratan beasiswa pendidikan. Nah, apakah Ibuprenuer pernah menemui hal yang sama? Selain Hindi Medium, masih ada film bertema pendidikan seperti Why Cheat India tentang isu perjokian di dunia pendidikan. Beberapa film lainnya ada Taree Zameen Par, 3 Idiots dan lainnya. Lebih lengkapnya, yuk Ibuprenuer bisa tonton langsung bersama keluarga di akhir pekan!

2 Likes