Ibu, masihkah memiliki pertanyaan ini sebelum bermimpi?


(pict from pexels)

Bermimpi ketika sudah menjadi Ibu merupakan kondisi yang sangat menantang. Banyaknya komentar-komentar yang ditujukan kepada Ibu, yang seakan-akan melarang wanita yang sudah menjadi ibu untuk meraih mimpinya, mungkin sedikit banyak mempengaruhi para Ibu dalam mengambil keputusan untuk meraih mimpi. Melalui tulisan kali ini, saya ingin mengajak para Ibu yang masih memiliki pertanyaan-pertanyaan ini dalam benaknya untuk lebih berani untuk bermimpi kembali dan tentu saja mewujudkannya.

1. Sudah jadi Ibu, apakah masih boleh bermimpi?

HARUS.

Begitulah jawaban yang akan saya berikan jika ada seseorang yang mengajukan pertanyaan tersebut kepada saya. Pertanyaan ini mungkin ada di dalam benak beberapa Ibu dan tentu saja wajar untuk dirasakan dan dipikirkan. Dulu, ketika masih young, wild, and free (biar berasa “muda”nya banget ya Bu :crazy_face:), tentu kita merupakan wanita yang bebas untuk bermimpi dan mewujudkannya. Tanpa memiliki beban seberat sekarang dan pertimbangan yang tidak sebanyak sekarang, rasanya bermimpi ketika masih single dan sekarang sudah “berbuntut” sangat berbeda.

Dulu, kita bisa hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimana cara mengejar mimpi, apa cara yang bisa dilakukan menuju ke sana, jalan apa saja yang harus ditempuh untuk mencapai mimpi tersebut, dan lain sebagainya. Sekarang pertimbangan itu bertambah banyak menjadi, bagaimana anak dan suami ketika kita memilih mengejar mimpi? Apakah bisa membagi waktu dengan baik antara mengejar mimpi dan mengurus keluarga? Apakah anak dan suami tetap akan merasa diperhatikan dan terpenuhi kebutuhannya ketika kita sedang mengejar mimpi?

Memiliki banyak pertimbangan seperti itu memang wajar, dan bahkan perlu. Karena sekarang kita memiliki tanggung jawab lebih. Tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk suami dan anak. Jadi keputusan apa pun yang diambil, tidak bisa hanya untuk kepentingan sendiri. Tapi kita pasti memastikan bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik untuk semua anggota keluarga.

Tentu harus ada yang dikorbankan ketika kita, sebagai Ibu, memilih untuk mengejar mimpi yang diinginkan. Berkurangnya waktu bersama keluarga, mungkin adalah salah satu resiko yang harus diambil. Berat atau tidaknya ya tergantung Ibu, karena yang menjalankan hal tersebut adalah Ibu sendiri. Berat atau tidak, tentu saja jalan yang sudah dipilih sudah merupakan yang terbaik dan mempertimbangkan dari segala aspek, kan?

2. Mimpi apa yang boleh diidamkan oleh seorang Ibu?

APA SAJA.

Mau jadi mahasiswi lagi? Silakan.

Mau jadi entrepreneur? Boleh.

Mau jadi model? Mangga.

Apa pun itu mimpi yang diidamkan, tentu saja boleh Ibu pikirkan dan Ibu resapi. Sanggupkah menjalaninya? Mungkinkah menggapainya dengan kondisi sekarang? Resiko apa saja yang akan Ibu hadapi jika memilih untuk mengejar mimpi itu?

Seperti yang sudah disebutkan di poin 1, pengorbanan pasti akan ada. Oleh karena itu, coba diresapi lagi dengan baik mimpi apa yang ingin diwujudkan? Bisa juga membuat timeline -nya. Karena mimpi yang ingin diraih, tidak perlu saat ini kan? Bisa saja Ibu meraih mimpi tersebut 5 atau 10 tahun lagi.

3. Apakah bermimpi harus selalu sesuatu yang besar?

Besarnya itu menurut siapa? Menurut sudut pandang siapa?

Ini merupakan salah satu yang harus diingat oleh kita semua. Kadang kita terpaku dengan norma masyarakat, dan kemudian minder dengan mimpi sendiri. Ibu suka membandingkan mimpi sendiri dengan mimpi orang lain, sehingga merasa bahwa mimpi Ibu “lebih kecil” dibandingkan dengan orang lain. Padahal, mimpi kita tentu kita yang tentukan. Bisa jadi, apa yang Ibu anggap “mimpi kecil” ternyata bermanfaat bagi orang lain.

Ibu mungkin merasa bahwa Ibu “hanya” seorang Ibu Rumah Tangga. Padahal tanpa Ibu, gizi suami dan anak mungkin tidak akan sebaik sekarang, rumah tidak seceria sekarang, tabungan pendidikan untuk anak tidak sebesar sekarang, dan lain sebagainya.

Kadang, kita sebagai Ibu menyepelekan kontribusi yang sudah kita lakukan kepada keluarga. Sehingga seringkali banyak yang menganggap bahwa bermimpi sebagai Ibu Rumah Tangga adalah salah satu mimpi yang kecil dan tidak ada artinya. Padahal tanpa Ibu di rumah, mungkin keluarga Ibu tidak sebahagia sekarang.

Jadi, yuk berhenti mengecilkan mimpi sendiri (dan tentu juga orang lain). Tidak ada mimpi yang besar atau kecil, yang ada adalah mimpi yang sungguh-sungguh ditanam dalam pikiran dan diwujudkan dalam tindakan. Karena mau bermimpi apa pun, jika hanya ada dalam pikiran maka akan percuma, kan?

4. Saya udah punya mimpi, lalu langkah apa yang harus saya lakukan pertama kali?

TERGANTUNG.

Kita tidak bisa mempertanyakan hal itu kepada orang lain, karena yang tau jawabannya adalah diri kita sendiri. Tentu mungkin kebanyakan Ibu akan kebingungan menentukan langkah pertama yang diambil. Mungkin, Ibu akan memperhatikan orang lain terlebih dahulu. Apa langkah pertama yang dilakukan oleh orang tersebut dan bagaimana dia melakukannya. Jangan khawatir, hal tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan. Tapi pada akhirnya, cara Ibu lah yang akan paling cocok dengan Ibu sendiri.

Dengan memikirkan apa langkah yang akan diambil pertama kali pun sudah menunjukkan indikasi bahwa Ibu benar-benar serius ingin mewujudkan mimpi, bukan hanya sekedar memikirkan dalam hati dan membiarkannya mengendap di situ dalam waktu yang lama.

Jadi, Ibu sudah siap bermimpi kembali dan mewujudkannya?

4 Likes

jawaban atas kegundahanku yang dituangkan di reels berikut :pleading_face: :pleading_face: :pleading_face:

1 Like