Boneka Labubu (Sumber: Tokopedia)
Tren Labubu sedang naik akhir-akhir ini. Orang rela antri di gerai Pop Mart Gandaria City Jakarta Selatan sejak subuh, bahkan sempat berakhir dengan ricuh. Lalu apa yang membuat Labubu begitu istimewa?
Karakter monster lucu ini sudah ada sejak 2015 oleh Kasing Lung, seorang seniman dari Hong Kong. Labubu merupakan satu dari empat karakter lain yang tergabung dalam ‘The Monster’.
Setelah mendapatkan lisence pada 2019, Pop Mart memproduksi karakter Labubu dkk dalam berbagai bentuk, mulai dari gantungan kunci, boneka, chasing HP, dll. Seperti sebelumnya, Pop Mart juga menjaga eksklusivitas produk Labubu dengan produksi terbatas.
Terakhir, salah satu idol Korea Selatan, Lisa Blackpink mengunggah sebuah instastory yang memperlihatkan dirinya memeluk boneka Labubu. Postingan tersebut memicu lonjakan popularitas Labubu. Tak hanya di Indonesia, tren Labubu juga naik di beberapa negara di Asia, seperti Thailand, dan Vietnam.
Euforia Labubu di Indonesia
Di Indonesia sendiri, euforia Labubu sangat terasa. Penggemar rela antri sejak subuh di mall Gandaria City untuk mendapatkan boneka ini. Tak hanya itu, di sosial media pun bertebaran video terkait Labubu, mulai dari video berburu Labubu, unboxing hingga menunjukkan koleksi.
Padahal saat artikel ini dibuat, website resmi Pop Mart sudah kehabisan stok Labubu. Tak ayal harga Labubu naik di beberapa platform belanja online. Di website Pop Mart satu blind box Labubu yang dibandrol $11.90 atau setara Rp 180.000-an, dijual dengan harga Rp 500.000 di toko online. Belum lagi boneka Labubu yang dijual hingga belasan juta rupiah.
Pastikan Ibu Tidak FOMO
Karena eksklusivitas dan euforia tersebut, FOMO atau fear of missing out terhadap produk Labubu tak bisa dihindari. Orang berbondong-bondong berburu produk Labubu karena ingin terlihat up-to-date. Hal ini bisa berakhir dengan pola konsumerisme yang negatif. Jangan sampai Ibu terjebak ingin membeli hanya karena tren yang sedang naik.
Seorang psikolog, Khadijah Al Makiyah mengatakan FOMO memiliki dampak baik dan buruk.
Lihat tautan ini untuk informasi lebih lengkap.
“Berdampak baik karena sebagai manusia, FOMO berarti orang masih memiliki antusias terhadap sesuatu”, ujar Khadijah.
Namun FOMO bisa berkorelasi pada kecemasan dan gangguan mental, jika seseorang tidak bisa mengendalikan obsesinya tersebut.
Agar tidak terjebak FOMO, Ibu perlu memperhatikan hal-hal berikut:
• Atur skala prioritas
Skala prioritas orang bisa berbeda-beda, bisa jadi sedang menabung untuk biaya pendidikan atau menambah dana darurat. Sebagai kebutuhan tersier, membeli produk Labubu karena sedang trending perlu pertimbangan yang matang.
• Pakai uang dingin
Jika memang memiliki budget tertentu untuk entertainment atau mungkin menabung dulu untuk mendapatkan produk Labubu, it’s ok. Namun jangan sampai Ibu memakai paylater atau pinjaman online hanya untuk membeli produk Labubu, ya.
• Jastip di tempat yang terpercaya
Meski belum ada kasus penipuan terkait Labubu, ada pentingnya juga berhati-hati ya Bu. Pilih jastip yang sudah berpengalaman. Cari ulasan tentang jastip tersebut. Jika memang mencurigakan, lebih baik tunda dulu rencana membeli Labubu.
• Pilih yang harganya rasional
Tidak dipungkiri ada oknum yang ‘menggoreng’ harga produk-produk Labubu yang original. Jika memang harga sudah terlalu mahal, lebih baik ditunda dulu. Dan jika terlalu murah, Ibu perlu waspada jangan-jangan produk tersebut palsu.
• Joy of Missing Out
Khadijah mengenalkan konsep joy of missing out (JOMO) sebagai lawan dari FOMO. Tujuannya supaya orang tidak terjebak dengan FOMO yang bisa berdampak negatif.
“Saatnya orang-orang berpikir bahwa tidak masalah jika tidak mengikuti tren”, pungkas Khadijah.
Bagaimana, masih tertarik untuk berburu Labubu? Pastikan pilihan dan keputusan Ibu rasional ya, bukan hanya FOMO semata. Ingat, tren terus berjalan, beberapa waktu lalu botol minum Corkcicle dan sekarang Labubu, ke depannya besar kemungkinan banyak produk yang akan naik daun. Jadi jangan sampai Ibu terjebak memenuhi ke-FOMO-an yang tidak ada habisnya.