Aku sempat mengangkat topik tentang parental burnout di Instagramku, responsnya luar biasa. Banyak sekali ternyata di luar sana orangtua yang merakan hal yang disebutkan pada gambar. Bukan hanya ibu tapi juga ayah. Tapi dari banyaknya ibu yang bercerita, yang paling banyak mengaku mengalami hal ini adalah ibu yang bekerja atau ngurus bisnis sambil (tentu) mendampingi anaknya.
Ibu-ibu di sini bagaimana?
Sambil menulis di ruang diskusi ini, aku juga sambil baca-baca artikel ibupreneur “senasib”. Ternyata menurut cerita ibupreneur sukses, fase burnout ini seperti fase yang pasti akan dialami, hanya saja kadarnya yang berbeda-beda. Tanda-tandanya mirip dengan parental burnout tetapi terjadi pada pekerjaan dan keluarga (nahlo jadi dimana-mana), yaitu:
overwhelming dengan semua tugas baik bisnis maupun rumah
merasa ingin menjauh dari bisnis maupun keluarga
jadi kurang produktif karena sulit untuk memotivasi diri
Moody
Jadi tidak menikmati peran sebagai ibu maupun ibupreneur.
Salah satu trigger terbesarnya adalah “trying to do it all on your own”. Setuju gak ibu-ibu? Selain memang ketika mulai bisnis pasti kita akan banyak melakukan tugas sendiri, tetapi sering juga kita lupa bahwa mungkin ada tugas lain yang bisa kita “bagi-bagi” ke orang lain. Atau bukan lupa, tapi gak enak, ragu, atau gak percaya orang lain bisa melakukan tugas tersebut sebaik kita
Bu, kalau ibu-ibu di sini biasanya apa sih yang memicu jadi lebih mudah overwhelmed/stress? dan gimana biasanya ibu-ibu menghadapinya?
Itu juga Bu @Fathya casenya di aku - wanting to do everything dan menurut aku, in my case, bersumber dari keinginan aku untuk menjadikannya perfect menurut standar aku dan lama-lama mentalitas itu akhirnya eating me up cz I was constantly being frantic when things didn’t come my way. Alhamdulillah sekarang-sekarang ini I’ve come to term with my imperfection, bahwa it’s okay to not be okay, gitu. Sometimes the room’s a mess and that’s okay. I keep reminding myself to pat myself on the back every now and then and to give myself some credits for all the hard work that I’ve done.
Suamiku sempat ngajak aku ngobrol ttg burn out ini, terutama sejak pandemi, jujur kami nakes beban kerjanya jadi ekstra berat dan banyak yg burn out juga di tempat kerja. Paksu ngajak aku ngobrol on how it may affect my relationship with him and the kids. Dari pembicaraan itu, kami menganalisa bersama “gejala prodormal” (atau tanda-tanda yg mungkin muncul sebelum aku bener-bener burn out dan he promises to take necessary steps supaya anak-anak tetap terisi tanki cintanya whenever Mommy needs to chill for a while).
Hai Bu @Fathya makasi udah angkat topik ini. Saya sedang merasa burnout dan overwhelmed rasanya jam kurang, rilis program investingmom jadi tertunda, anak-anak sedang ujian tengah semester. Dan insyaallah suami dalam proses pindah tempat kerja. Ya ampun rasanya perlu asupan semangat. Merasa moody dan banyak ketakutan.
Sekarang sedang mengumpulkan semangat untuk bisa overcome dan back on track lagi. biasanya dimulai dari mau datang bulan, malas olah raga, dan makan “jorok”. Badan ngga enak, kurang tidur, dan lain-lain.
Bu @yofaramd mungkin bisa kasih masukan juga hihi, secara kesehatan gimana untuk menyeimbangkan hormon dan signal tubuh. hihi.
Bu @yofaramd terbayang sekali pasti beban kerja dirimu di masa sekarang ini bertambah jadi berkali-kali lipat. selain kerjaan juga ada beban2 tanggung jawab emosional yang bertambah. Sungguh dirimu dan teman-teman nakes lainnya luar biasa bgt, bu!
Betul bu, seringkali kita terjebak dalam keinginan ingin semuanya sempurna, perfect. Tapi definisi perfect juga seringkali sulit dirincikan dan diperjelas terutama dalam menjalani multiperan. Lack of clarity ini yang juga jadi sumber kita malah gak puas-puas atau kalau dari ungkapannya ibu “eating me up”. Untungnya ada Pak suami yang menjadi teman diskusi ya, bu. Jadi bisa melihat dari perspektif lain, bagi-bagi tugas, dan saling mengingatkan. Penting juga untuk mengenali tanda2 burnout supaya bs lebih jaga2 sebelum “meledak” ya bu.
Jadi ibu yang punya peran-peran lainnya ngajarin kita banget ya bu tentang esensi “ikhlas” ikhlas sama keadaan yang mungkin gak sesuai sama standard kita dulu. Sekarang imperfection is the new perfection
Betul bgt bu, kalau motivasi menurun seperti bola salju efeknya ya bu, semakin ngegelinding semakin besar dan jadi kemana-mana.
Kalau di kondisi Ibu @Dian saat ini sepertinya pemicu rasa overwhlemed-nya adalah situasi baru dan beberapa kejadian intens yang terjadi dalam waktu yang sangat berdekatan ya bu. Semoga satu per satu terlewati jadi pelan-pelan ada ruang "bernafas"nya lagi ya buuu
wah aku setuju banget niii sama Bu Dian, kalau Bu @yofaramd share dong bu asupan makanan yg bisa jaga mood jangka panjang. Kebetulan aku lagi suka baca soal gut health, dan lagi jaga bgt asupan probiotik dan perbiotik supaya bakteri baik di ususku hidup bahagia sebagai usaha jaga kesehatan mental dari dalam Krn aku baca2 beberapa jurnal psikiatri skrg treatment depresi pun mulai mengarah ke treatment gut health ini. Jadi ibupreneur di sini bisa mulai jaga kesehatan mentalnya luar dalam.
Bu, ini super related banget sama aku! Yes, beberapa waktu belakangan aku merasa aneh dengan diriku. Sempat ada sesekali aku malas sekali ngapa-ngapain : bekerja malas, beres-beres malas, ngurusin anak malas. Kerjaku tiduraaaan aja hari itu, tapi lantas merasa hidup aku seperti ga berguna. Aku kehilangan motivasi, kepercayaan diri, dan juga kebaikan hatiku sebagai ibu, istri dan manusia. Triggernya biasanya masalah sepele aja, sesimple anak tiba-tiba gak mau makan, kerjaan yang tiba-tiba jadi tambah banyak, atau malah tawaran/orderan bisnis yang membludak justru jadi beban buatku, padahal harusnya disyukuri, kan?
Setelah baca tulisan bu @Fathya aku jadi sadar, mungkin memang aku terlalu ingin mengerjakan semuanya serba sendiri, dan berharap itu sempurna, yang mana berkali-kali pula suamiku mengingatkan untuk selalu berbagi tugas dengannya. Tapi hati kadang merasa, “ah, kalau orang lain yang mengerjakan apa bisa beres? apa bisa sebaik aku sendiri?”. Dan ‘kesombongan’ itu akhirnya malah jadi bumerang buatku, semua keteteran dan mentalku breakdown.
Satu saran dari suamiku, yang aku rasa patut sekali dipertimbangkan untuk ke depannya : "Jangan terlalu tinggi berekspektasi. Kamupun bukan MAMA SUPER yang bisa ngerjain semuanya sendirian. Kamu pasti punya limit, tapi kamu punya orang-orang disekeliling kamu yang siap bantu untuk ngatasin batasan kamu."
Sepertinya, ini waktunya bagi aku untuk belajar percaya pada orang lain dan membagi beban itu bersama-sama…
Setujuu bu @kaniatash , sering banget ya kita jadi gak terima bantuan dari luar karena alasan ragu apa bisa orang lain ngerjain tugas sebaik kita. Padahal beberapa tugas gak butuh sempurna tapi yg dibutuhin selesai aja, ya gak sih bu? Delegasi tugas memang ternyata butuh latihan ya bu, aku pun merasa masih perlu berlatih di beberapa area.
Setuju juga sama apa yang suami ibu bilang. Kita manusia biasa ya bu yang ada limit energi, waktu, dan kapasitas
Btw ibu-ibu, kalau kita bikin kelas membahas “Ibupreneur Menghadapi Burnout” gimana bu? dalam rangka Hari kesehatan mental. Nanti kelasnya akan ditutup dengan meditasi bersama.
Kira-kira banyak gak ibu-ibu yang berminat…
Mau ikut
Ragu
Belum tertarik
0voters
Kalau banyak yang mau ikut, rencananya akan diselenggarakan pas di Hari Kesehatan Mental.
Mungkin saat ini aku lagi ditahap ini kali ya bu, berasa lebih lelah dan putus asa dari biasa nya dan berpikir ingin quit aja dari semua nya. Ditambah dengan aku yang terlalu sulit untuk nge explain sesuatu sehingga agak bingung juga untuk mencurahkan yang membuat aku kualahan ngontrol emosi. Jadi berasa empty banget. Bingung apa yang mesti ditata dulu even aku pun gatau apa yang harus ditata.
Saat-saat ini lah yang terlalu sulit untuk menerima diri, bukan mencoba untuk tidak bersyukur, tapi merasa apa yang sudah dilakukan seperti terlihat sia-sia dan akan hilang arah.
Aku yang gaenakan sama orang dan takut interaksi dengan orang baru, juga yang biasanya hanya ikut aturan orang aja tapi sekarang aku yang harus buat peraturan, aku harus nge hire dan handle distributor-distributor yang notabennya adalah orang baru dihidupku. YaAllah rasanya ga sanggup banget interaksi dengan mereka even lewat grup chat. Takut, takut mereka gasukan, takut mereka kecewa karena udah gabung distributor. Aku takut gasesuai dengan apa yang mereka harapin, aku takut barang-barang nya gaterjual dimereka.
Aku mencoba berusaha menanamkan sikap tegas dan selalu inget petuah dari ibu ika, juga mengerjakan table yang ibu @Fathya sarankan, dan hal itu ternyata membuat ku memerangi batinku hingga saat ini. Capeeeeeeeeek banget bu rasanya.
Aku yang harus handle sendiri, ide konten, strategi marketing, urus keuangan dll bahkan sampai urus anak aku yang saat ini sedang tumbuh gigi, jadi lebih tantrum dan masuk ke terrible twos
Suami bantu sih, tapi terkadang suami terlalu lelah dan gapernah tepat saat aku minta bantuan. Takut malah berantem jadi lebih baik coba urus sendiri dulu. Ga jarang anak yang jadi kena sasaran.
I think i’ve to discuss it with my hubby too? Tapi aku gatau apa yang harus didiskusikan he he he you know lah gimana cuek nya doi
Kalo aku bukan wanting to do everything but it a must hehehe karena kalo bukan aku siapa lagi?
Tapi relate banget soal keinginan untuk menjadikannya perfect menurut standar diri kita sendiri dan menghadirkan perasaan expect to much dengan apa yang udah kita lakukan. And in the end, being frantic, dissapointed, overthinking, dan kalo aku being stress.
In syaa Alloh saya paham dengan yg ibu rasakan. Krn sy juga melewati fase itu sekarang
Memang rasanya rapuh banget. Cm mau sedikit berbagi bu, sy bbrp hari ini coba mengolah hati bu, mengidentifikasi feeling yg amburadul (lagi pms pula). Nggak mudah dan nggak instan mmg efeknya, tapi paling tidak sy lbh bisa ngontrol otak.
Jika berkenan, bisa ngobrol via message dg saya bu. Sy siap menjadi ‘tempat sampah’. Be strong bu @Amimee, youre not alone.
Hugs!
Ikuutt buukkk fathyaa *cung jari. Hehe. Ramaikaan bu ibuu yuukk! kebetulan aku baru mulai meditasi disaat pandemi ini, lalu merasakan sekali manfaatnya dan sekarang aku masih selalu berusaha latihan meditasi setiap hari di waktu me time ku. Setelah meditasi, pikiran dan hati terasa lebih damai dan tertata ga galau, lebih bisa memilih mana aja yang perlu kita kasih energi, dan mana yang perlu kita let go. Kalau anak tantrum, aku bisa diem dulu beberapa detik, sadar apa yang membuat anak tantrum, lalu aku memilih respon apa yg baik untuk anak. Aku sangat merekomendasikan dan seneng bangett di IPM ada kelas ini
Aku juga biasanya meditasi setiap jam 9-10 malem bu pake aplikasi riliv, jujur itu ngebantu aku banget tapi belakangan ini aku suka absen karena ada beberapa pekerjaan yang perlu diselesaikan secepat mungkin, eh jadi keenakan deh absen meditasi nya ditambah moody juga