“If writing is easy, you’re doing it wrong.”
Singkat, padat, jleb. Setidaknya, tiga kata ini mewakili quote dari dari Bryan Hutchinson, seorang penulis buku best seller yang berjudul ‘Writer’s Doubt’. Iya, menulis memang tidak mudah. Ada sejuta alasan (bahkan lebih) mengapa menulis itu menjadi aktivitas yang cukup menantang. Ibupreneur dan saya pasti juga punya alasan tersendiri, mulai dari yang personal sampai yang biasa terjadi di orang kebanyakan.
Mari sejenak bernostalgia saat duduk di bangku sekolah. Salah satu tugas yang membuat saya sakit kepala adalah mengarang. Padahal kalau dipikir kembali, instruksi dari ibu guru sederhana, “Tulislah pengalaman liburanmu.” Tugas ini sebenarnya tidak akan saklek benar dan salah layaknya hitungan Matematika. Tinggal tulis saja pengalaman liburan yang kita alami. Entah mengapa, kala itu, saya mengalami kesulitan. Mempertemukan kalimat satu dengan kalimat lain agar nyambung ceritanya saat dibaca sangat membebani pikiran.
Dari pengalaman masa kecil yang sangat membekas itu, saya mulai belajar.
Yuk, Kenalan dengan Expressive Writing
Expressive writing adalah bentuk penulisan yang fokus pada pembebasan perasaan dan pemahaman diri melalui kata-kata. Expressive writing diperkenalkan oleh James W. Pennebaker, seorang psikolog sosial asal Amerika, dalam salah satu penelitiannya ‘Expressive writing and its therapeutic effects.’
Perkenalan saya dengan expressive writing terus berlanjut. Pada suatu kesempatan, saya pernah mengikuti webinar tentang expressive writing yang berjudul ‘Finding Peace from Writing.’ Webinar berdurasi satu jam itu mengajak para peserta memaknai masa sulit melalui tulisan untuk lebih memahami diri dan apa yang terjadi.
Ada empat poin penting yang menurut saya menarik dan menjadi penyemangat untuk menulis:
- Menulis sebuah peristiwa yang kita alami membantu kita memahami apa yang sudah terjadi dengan sudut pandang berbeda.
- Tulisan membantu kita untuk menstrukturkan peristiwa atau pengalaman yang terjadi.
- Menulis peristiwa yang kita alami membuat kita berpikir sekaligus merasakan. Kita jadi mempunyai kesempatan untuk merefleksikan kembali.
- Tulisan tersebut pada dasarnya menjadi sangat personal karena isinya apa yang kita rasakan. Ada kalanya, boleh kita menulis di kertas lalu kita sobek dan buang (jika itu melegakan) atau kita ketik di komputer lalu kita simpan. Semuanya terserah kita.
Lalu, Apa Hubungannya?
Bahwa expressive writing dapat menjadi terapi untuk kesehatan mental iya, tapi bukan itu poinnya. Seringkali kita terjebak pada hal-hal teknis terkait tulisan yang pada akhirnya justru menghambat kita menulis. Padahal, ya, mulai aja dulu. Betul enggak, Ibupreneur?
Hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah expressive writing. Kita bisa menulis jurnal, puisi, diary, atau sekadar menulis pendapat yang kita rasakan/pikirkan. Tidak perlu muluk-muluk. Perlahan, menurut saya, dapat mengurangi rasa takut salah untuk menulis dan kehabisan tema. Selain itu, kumpulan tulisan yang dihasilkan bisa kita baca ulang dan siapa tahu bisa menjadi inspirasi untuk berkarya.
Hal itulah yang menjadi latar belakang saya membuat akun blog https://mynameishety.wordpress.com/ pada 31 Agustus 2008. Bukan sekadar iseng! Kala itu, saya ingin mempunyai tempat di mana saya bisa menuangkan dan mengekspresikan apa yang saya rasakan. Kalau tulisan kita bisa dibaca orang lain itu bonus. Yang penting, saya bisa konsisten menulis dan siapa sangka bisa bertahan hingga saat ini!
Last but Not Least …
Tere Liye, seorang penulis novel, pernah menyampaikan bahwa bila tidak bisa menulis satu halaman, maka tulislah satu paragraf. Jika tidak bisa satu paragraf, maka tulislah satu kalimat. Jika tidak bisa menulis satu kalimat, maka tulislah satu kata. Bila satu kata pun tak bisa, maka tulislah satu huruf.
Ucapan Tere Liye itu benar-benar menjadi motivasi untuk menulis. Saya jadi teringat lagi tugas mengarang di bangku sekolah. Andai saya menyadari, saya tidak perlu takut salah karena sejatinya, tidak ada yang bisa menceritakan kisah kita, jadi, ceritakanlah sendiri, tidak ada yang bisa menulis kisah kita, jadi tulislah sendiri. Hmm, so true…
Apa pengalaman menulis Ibupreneur yang paling diingat sampai sekarang?
__
Referensi
Hutchinson, Bryan. —. Printable Quote Posters on Writing and Creativity. Diakses pada 25 Februari 2024 dari Printable Quote Posters on Writing and Creativity | Positive Writer.
Siegel-Acevedo, Deborah. 2021. Writing Can Help Us Heal From Trauma. Diakses pada 25 Februari 2024 dari Writing Can Help Us Heal from Trauma.
Nurcahyarini, Hety. 2021. Siapa yang Bilang Menulis Rasa Gampang. Diakses pada 25 Februari 2024 dari Siapa Bilang Menulis Rasa Gampang? | Mynameishety!.
Tangkal writer block ala Tere Liye. 2018. Diakses pada 25 Februari 2024 dari Tips Tangkal Writer Block ala Tere Liye - Jaringan Penulis Indonesia.