Peran Perempuan bagi Lestarinya Lingkungan

Sejak berabad lalu, perempuan merupakan bagian penting dari kehidupan. Layaknya tokoh Dewi Sri di kebudayaan Jawa, yang bertugas mengatur ketersediaan pangan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Seorang perempuan atau Ibu selalu memastikan ketersediaan pangan bagi keluarganya. Dalam tatanan prinsip feminin menyebutkan, perempuan tidak hanya memproduksi, melainkan juga mereproduksi kehidupan. Artinya, perempuan tidak hanya mengumpulkan dan mengonsumsi apa yang tumbuh di alam, tetapi mereka membuat segala sesuatu menjadi tumbuh (Maria Mies - Shiva, 1988; 1998).

Perempuan atau Ibu mempunyai peranan strategis untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Mereka memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengelola sumber daya alam. Sebagai pengelola rumah tangga, Ibu berusaha memanfaatkan alam sebagai elemen pemenuhan kebutuhan hidup. Mengingat begitu pentingnya keberadaan alam bagi kehidupan keluarga, maka kaum perempuan pun terus menjaga keseimbangan alam.

Meski budaya patriarki sangat kental di Indonesia, namun di beberapa daerah campur tangan perempuan masih sangat diandalkan. Contohnya di wilayah timur Indonesia, Ibu lah yang berperan mencari kayu bakar atau sayuran di kebun bahkan di hutan. Adapula yang mengandalkan kemampuan Ibu atau perempuan dalam mengatur penanaman benih padi. Di Indonesia, peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup sebenarnya tersirat dalam UU No. 32 Tahun 2009 pasal 70 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang salah satunya berbunyi “Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup”. Berdasarkan UU tersebut, perempuan yang merupakan bagian dari masyarakat, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta aktif dalam pengelolaan lingkungan.

Seorang Ibu tetap dapat memberikan pendidikan dan penyadaran tentang kepedulian terhadap lingkungan sejak dini meski dalam entitas kecil yaitu keluarga, khususnya kepada anak-anak. Melalui penerapan pola hidup ramah lingkungan, maka anak-anak akan terbiasa menjaga lingkungan. Ibu dapat mengenalkan hal-hal sederhana seperti menghemat air,tisu, atau kertas; mengurangi penggunaan plastik; makan bekal/masakan rumah; mendaur ulang; bertani hidroponik; hingga mengelola dan memanfaatkan sampah rumah tangga. Hal kecil seperti ini jika dipupuk secara terus menerus akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap lingkungan.

Sementara bagi dirinya, Ibu dapat memulai langkah kecil mencintai diri dan lingkungan dengan beralih ke produk ramah lingkungan. Misalnya penggunaan pembalut kain atau menstrual cup, menggunakan produk kecantikan yang aman dan berkelanjutan, hingga mengurangi pembelian pakaian yang tidak sesuai kebutuhan ( impulsive buying ).

Selain di lingkup keluarga, Ibu pun dapat terlibat langsung dengan berbagai komunitas ataupun organisasi lingkungan. Sudah banyak Ibu dan perempuan yang menjadi motor penggerak bagi kelestarian lingkungan. Para srikandi lingkungan ini mengajak perempuan atau Ibu lainnya untuk lebih peduli dan turut serta melestarikan lingkungan sekitar mereka.

Sejatinya laki-laki dan perempuan hanya berbagi peran dalam kehidupan. Perempuan pun tidak menuntut dan memaksakan diri untuk mempunyai kendali dalam sebuah komunitas. Tapi, perempuan memiliki hak dan peluang yang sama untuk mengembangkan potensi dirinya terutama bagi keluarga.

Jadi, buat para Ibu di luar sana jangan pernah berkecil hati ya, Bu. Karena seberapa kecil pun peranmu, engkau tetaplah berharga! :heart:

4 Likes