QnA Kelas #JikaIbuMenjadi Freelance Writer

Izin post RolePlay Challenge #JikaIbuMenjadiFreelanceWriter
cc Bu @nadiasarahw

Hallo Ibu, saya Anggie.

Ibu, kamu boleh kok mengeluh capek.

Bagi sebagian wanita, menjadi seorang ibu merupakan hal yang di inginkan. Dari awal mencari jodoh yang terbaik – kelak menjadi Ayah dari anak-anaknya. Lalu mencari ilmu untuk mendapatkan kehamilan yang baik, bayi yang sehat dan melahirkan dengan lancar. Setelah bayi yang di tunggu lahir ke dunia, Ibu juga menjadi lebih sensitif, yang akan mempengaruhi dalam produksi ASI. Suara-suara sumbang dari keluarga ataupun dari kerabat terdengar, jika ASI tidak berproduksi sebagaimana “harusnya”.

Bagi seorang ibu yang merangkap sebagai pencari nafkah atau pun yang menjadi ibu rumah tangga juga mempunyai rasa lelah yang “sama”. Stres nya juga sama, iya dong, sama-sama merasakan stres.

Jadi jika ada yang bilang lebih enak menjadi ibu rumah tangga ataupun yang bilang lebih enak menjadi ibu yang bekerja di kantor, itu sama sekali bukan hal yang bisa di debatkan. Mengapa begitu? Karena saya “beruntung” pernah menjalani bekerja di kantor dan menjadi ibu rumah tangga sekarang.

Ibu Bekerja di Kantor

Hal yang saya rindukan ketika bekerja di kantor tentu saja bertemu dengan rekan kerja yang sudah menjadi teman-teman yang seru. Menghabiskan waktu meskipun hanya di waktu makan siang dan di sela-sela bekerja, dengan tertawa dan bercerita apapun yang lucu. Mayoritas dari kami itu bertumbuh bersamaan dengan kantor itu berkembang.

Stres karena bekerja sudah pasti ada, di tambah ketika Ibu saya di rumah menelepon, memberitahu jika ASIP (Air Susu Ibu Perah) di kulkas sudah mulai menipis. Ibu meminta saya agar tidak pulang larut. Tambahlah pikiran saya, antara pekerjaan yang sedang hectic dan permintaan ASI dari rumah. Saya harus mendapatkan ASIP untuk stok esok hari, alhasil saya memang kejar-kejaran dengan stok.

Saat sedang bekerja dulu, begitu memasuki tahapan MPASI, anak saya sudah aktif untuk ikut posyandu di lingkungan RW tempat saya tinggal. Ibu saya kembali mengabari saya melalui ponsel mengatakan jika, kader posyandu mengabari jika anak saya, kurang gizi. Hanya karena beratnya sedikit bawah berat normal. Wah, kebayang gak sih, bagaimana saya mendengarnya?

Saya langsung mencari cara melalui internet, mencari menu mpasi untuk menambah berat badan bayi, tentu saya mencari resep dan cara untuk meningkatkan ASI.

“Healing time” saya ketika masih bekerja di kantor hanya dengan pergi ke ITC/ tempat perbelanjaan dekat kantor. Di sana membeli satu mainan untuk merangsang motorik anak saya, atau membeli yang memang di butuhkan, tidak banyak, tapi yang penting saya bisa sambil menyeruput minuman jus kesukaan saya, sambil mendengarkan musik yang mengalun di dalam gedung ITC itu. Dan nantinya juga saya harus segera ke kantor lagi, karena waktu 1 jam untuk makan siang saya pakai untuk healing sebentar.

Lelah? Tentu saja. Lelah badan dan lelah pikiran.

Pikiran menjadi terbagi dua. Antara kantor dan rumah. Di rumah, anak di jaga oleh neneknya. Sedangkan ada Bibik yang di rumah, tugas untuk memasak dan beberes rumah, dan bergantian menjaga anak saya.

Enaknya? saya masih bisa menabung, lalu saya bisa membeli barang & makanan untuk diri sendiri apalagi untuk anak dengan uang sendiri. Berapapun hasilnya tetap bersyukur.

Ibu Bekerja urus anak di Rumah.

Setelah hampir sembilan tahun lamanya saya bekerja, dan anak saya sudah berusia satu tahun, ternyata kantor tempat saya bekerja, merumahkan saya karena perampingan organisasi.

Bersamaan dengan itu, Bibik di rumah minta berhenti karena permintaan suaminya. Sepertinya Allah memang sudah mengatur untuk segala sesuatunya. Tidak ada sesuatu yang kebetulan. Semua ada hikmahnya. Di rumah saya mengurus anak saya from A to Z. kalau dulu sewaktu bekerja, saya kebagian mengurus untuk memasak MPASI dan menyediakan ASIP, sekarang ketika saya di rumah, berubah. Saya memasak MPASI tidak harus dari tengah malam dengan menggunakan slow cooker, saya sekarang yang menyuapinya sendiri. Mengajarinya menggambar, bercerita dan jalan-jalan dengan sepada roda empatnya itu. Menonton TV bersama, sembari menyeritakan apa yang di lihat di TV.

Capek? Tentu saja. Di rumah, sepertinya kurang waktu 24 jam itu. Makanya saya harus pintar “mencuri” waktu untuk istirahat.

Enaknya? Anak menjadi dekat dan senang bercerita panjang lebar tentang apa saja. Senang membaca buku, menggambar dan ceria. Alhamdulilah.

Sekarang si Sulung sudah berumur 12 tahun, dan adiknya 8 tahun. Waktu berlalu begitu cepat.

Masa-masa capek bekerja dan mengurus anak tidak akan pernah habis. Jadi sesekali Ibu juga bisa menemukan sesuatu yang bisa membuat pikiran ibu sejenak relaks.

Oya, saya ingat, dulu waktu bekerja dan sudah punya bayi, saya masih bisa untuk sempatkan creambath dan pijat meskipun dengan waktu yang terbatas. Saya selalu mengecek bahwa kegiatan itu tidak lebih dari 2.5jam - karena waktu terbatas anak membutuhkan ASI. :grin:

Sekarang pun di rumah, saya mau pergi ke salon, sekedar potong rambut apalagi creambath dan pijat badan, susah juga. Karena jadwal anak pulang sekolah dan pulang eskul berbeda-beda. tetap maksimal 2.5 jam yang bisa saya pergunakan. Jadi healing saya sekarang, nonton drama cina dan korea atau sekedar nyanyi-nyanyi sambil memasak. :sunglasses:

Yuk Ibu, semangat terus ya. Capek boleh kasih tahu ke Pak suami dan anak-anak. Minta izin untuk punya “break time” sebentar. :smiling_face_with_three_hearts:
xoxo