Menjadi ibu: Sebuah refleksi
Saya kira, menjadi ibu adalah sesuatu yang natural dan semua perempuan pasti bisa melakukannya. Ternyata, tidak sama sekali. Dari yang saya alami dan jalani, “ilmu” dan “intuisi” adalah dua kunci utamanya. Setidaknya itu adalah hasil refleksi saya selama hampir 6 tahun menjadi ibu. Memang masih cukup singkat, tantangan saya masih seputar menemani anak belajar siap-siap ke sekolah, belum mengantarkan anak pergi nongkrong dengan teman-temannya (hiks). Akan tetapi, dua kunci tersebut akan saya ingat dan jadikan pegangan sampai nanti anak beranjak dewasa.
- Ilmu
Saya bertekad untuk membekali diri dengan ilmu sebanyak-banyaknya sejak saat hamil. Terlebih lagi, saya pernah mengalami keguguran karena blighted ovum, saya jadi semakin termotivasi untuk lebih mempersiapkan diri dalam menjalani proses kehamilan, melahirkan, hingga menyusui. Saya membaca buku-buku seputar kehamilan dan persalinan, dan mencari informasi dari akun-akun dokter obgyn serta platform kesehatan ibu dan anak yang terpercaya di media digital. Bagi saya, yang paling berkesan dari proses belajar saat hamil adalah ketika saya belajar tentang gentle birth dan mengikuti kelas menyusui. Selain itu, saya juga sangat bersyukur karena pernah mengikuti kelas prenatal yoga dan rutin berjalan kaki atas arahan dokter dan bidan. Hal-hal tersebut sangat life-changing, banyak insight baru yang saya ketahui dan memudahkan saya dalam menjalani setiap proses kehamilan hingga menyusui. Ilmu yang saya dapatkan juga membuat saya merasa lebih percaya diri dan bisa semakin menikmati semua fase yang yang saya jalani.
Semakin anak tumbuh besar, semakin banyak hal baru yang ia pelajari. Hal ini juga berbanding lurus dengan semakin banyak ilmu baru yang harus diketahui oleh kedua orang tuanya. Dari mulai milestone dalam setiap tahapan usia, belajar makan, belajar mengenal emosi, dan masih banyak lagi. Saya harus menambah sumber belajar dari buku dan akun/kanal seputar MPASI, nutrisi, psikologi termasuk parenting. Belum lagi nanti ketika anak sudah masuk usia remaja, menentukan jurusan kuliah, dan kelak memutuskan hal-hal penting dalam hidupnya. Proses belajar sebagai orang tua tidak akan pernah berhenti, maka ilmu akan selalu dibutuhkan. Sebagaimana pesan dalam sebuah kutipan populer “knowledge is power”, memiliki ilmu itu ibarat memiliki kekuatan. Fase apapun yang sedang dialami akan terasa lebih ringan saat orang tua sudah cukup memiliki ilmu sebagai “senjata”-nya. Meskipun demikian, dalam post-truth era seperti sekarang ini, di mana fakta objektif dalam media digital seringkali tersamarkan dengan hoaks atau disinformasi, orang tua harus semakin sadar dalam memilih dan memilah informasi. Dengan kata lain, literasi digital harus menjadi sebuah kemampuan yang perlu dimiliki oleh orang tua dalam mencari “ilmu” atau informasi dalam media digital. Walaupun pada kenyataannya, ada banyak hal lain yang memang tidak bisa dihadapi dengan ilmu saja, tetapi juga dengan intuisi.
- Intuisi
Jika sebelumnya saya banyak bercerita tentang betapa pentingnya ilmu, ada hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, yaitu intuisi. Dilansir dari jawapos.com, Sarah Blaffer Hrdy, Ph.D., seorang antropolog asal Amerika dan penulis “Mother Nature: Maternal Instincts and How They Shape the Human Species”, mengatakan bahwa intuisi itu dimulai dari rahim. Selain itu, naik turunnya hormon kehamilan semasa mengandung anak hingga melahirkan membuat seorang ibu menjadi lebih responsif. Lebih jauh lagi, Elizabeth Kipp, seorang praktisi penyembuhan trauma, menyebutkan bahwa intuisi adalah tentang memperhatikan bahaya yang mungkin terjadi, sehingga seseorang dapat menghadapi dan mengatasi kejadian yang negatif. Dapat disimpulkan bahwa intuisi yang dimiliki seorang ibu memang nyata adanya dan menjadi sesuatu yang bisa cukup diandalkan, terutama dalam masa-masa yang mungkin membuat ibu bingung. “You know what’s best for you”, ujar sebuah kutipan populer. Saya pun merasa demikian. Ada kalanya saya tidak melakukan hal-hal yang benar-benar sesuai dengan ilmu yang saya dapatkan. Saya memilih untuk mendengarkan intuisi saya, dan saya merasa sudah melakukan hal yang benar untuk saya dan anak saya. Wajib dipahami bahwa mengandalkan intuisi saja tidak bisa dilakukan setiap saat, di situlah ilmu yang kita miliki memainkan perannya.
(Mohon feedback-nya ya, Bu Nadia. Maaf baru kirim tulisannya jam segini, hehehe. Makasih banyak, Bu
)