QnA Kelas #JikaIbuMenjadi Freelance Writer

Hai Bu, terima kasih atas artikelnya ya. Berikut feedback dari aku:

  1. Awalan artikelnya ngga jelas yang mana. Kalau mau rapi, boleh dimulai dengan judul dengan huruf bold. Baru dilanjut paragraf pertama.

  2. Perhatikan penggunaan huruf miring. Seperti di kalimat ini: “number 1” dan “number 2” business. Kalimat mana yang harusnya ditulis miring?

Semangat terus menulisnya ya Bu. Banyak-banyak baca artikel supaya skill menulisnya semakin terasah lagi :smiling_face_with_three_hearts:

1 Like

Hai Bu! Artikelnya informatif sekali. Aku coba beri beberapa feedback ya;

  1. Perhatikan kapan harus pakai huruf miring. Contoh: Baby blues bisa menyerang ibu kapan saja saat ibu mulai kelelahan dengan aktivitas harian.

  2. Tanda baca dan penggunaan huruf kapiral jangan lupa Bu hehe. Seperti di kalimat ini: disimak yuk bu → disimak yuk, Bu!

  3. Judul dalam tips bisa dibold atau diberikan enter supaya ada jeda antara judul dan isi

Overall isinya udah oke kok

Hai Bu, terima kasih udah menulis artikel di challenge ini yaa. Berikut feedbacknya;

  1. Jangan lupa kasih huruf miring untuk bahasa asing seperti: I mean, I had done the research, I read books, I watched tons of videos, but nothing really prepares you for the real deal.

  2. Menjadi Ibu dan Ayah → harusnya menjadi ibu dan ayah (huruf kecil) karena bukan kata sapaan melainkan lagi menyebut peran.

  3. Perhatikan susunan kalimat artikel agar lebih enak dibaca. Ini oke sebenernya kalau hanya untuk blog pribadi. Tapi kalau mau lebih profesional, padanan katanya bisa lebih diperbaiki lagi.

Jangan menyerah dan terus semangat ya Buu :heart_eyes:

Hai Bu! Terima kasih atas setorannya ya. Beberapa feedback dari aku:

  1. Judul pakai huruf kapital kecuali beberapa kata. Bisa dicek di sini: Kata yang Ditulis Kecil dalam Judul

  2. Baca lagi dan resapi, apakah tiap paragraf terlalu panjang hingga membosankan untuk dibaca? Karena sayang banget isinya bagus tapi kalau terlalu panjang, bikin orang akan bosan juga bacanya.

  3. Perhatikan pilihan kata, karena ada kata yang enak didengar saat diucapkan tapi saat ditulis jadi aneh. Contoh: Depresi sendiri merupakan gangguan suasana hati ← sendiri di sini kurang tepat dan membuat kalimatnya jadi aneh.

Banyak-banyak baca artikel atau buku supaya bisa lebih paham bahasa yang enak dibaca saat menjadi tulisan. Semangat ya Bu!

Hai Bu, aku udah baca artikelnya. Berikut feedbacknya:

  1. Udah bagus karena pakai foto jadi ngga bosen baca tulisan aja. Tapi, judulnya yang mana ya Bu? hehe

  2. Penulisan kata aku di tengah kalimat hanya menggunakan huruf kapital jika merujuk pada Tuhan.

  3. Kata gak agak kurang elok ditulis di artikel profesional. Selain itu, ada beberapa kata juga yang sepertinya bisa diubah lebih profesional. Contoh: Aku tuh seperti mau belajar terbang → bisa diganti jadi: Rasanya seperti mau belajar terbang.

Ibu bisa banyak baca-baca lagi supaya bisa mendapat contoh susunan kalimat yang lebih enak dibaca dan lebih profesional hehe. Semangat ya Bu!

Hai Bu! Terima kasih yaa udah ngga menyerah untuk menulis. Izin aku kasih feedback yaa:

  1. Penulisan kata aku di tengah kalimat hanya menggunakan huruf kapital jika merujuk pada Tuhan.

  2. Walau ditulis di judul, kata IBU ngga butuh huruf kapital semua.

  3. Kata ga agak kurang elok ditulis di artikel profesional.

  4. Setelah nulis, baca lagi apakah ada typo. Contoh: banyak goresa strechmark harusnya → banyak goresan strechmark

Semangat terus menulisnya ya Bu!

Menjadi ibu: Sebuah refleksi

Saya kira, menjadi ibu adalah sesuatu yang natural dan semua perempuan pasti bisa melakukannya. Ternyata, tidak sama sekali. Dari yang saya alami dan jalani, “ilmu” dan “intuisi” adalah dua kunci utamanya. Setidaknya itu adalah hasil refleksi saya selama hampir 6 tahun menjadi ibu. Memang masih cukup singkat, tantangan saya masih seputar menemani anak belajar siap-siap ke sekolah, belum mengantarkan anak pergi nongkrong dengan teman-temannya (hiks). Akan tetapi, dua kunci tersebut akan saya ingat dan jadikan pegangan sampai nanti anak beranjak dewasa.

  1. Ilmu

Saya bertekad untuk membekali diri dengan ilmu sebanyak-banyaknya sejak saat hamil. Terlebih lagi, saya pernah mengalami keguguran karena blighted ovum, saya jadi semakin termotivasi untuk lebih mempersiapkan diri dalam menjalani proses kehamilan, melahirkan, hingga menyusui. Saya membaca buku-buku seputar kehamilan dan persalinan, dan mencari informasi dari akun-akun dokter obgyn serta platform kesehatan ibu dan anak yang terpercaya di media digital. Bagi saya, yang paling berkesan dari proses belajar saat hamil adalah ketika saya belajar tentang gentle birth dan mengikuti kelas menyusui. Selain itu, saya juga sangat bersyukur karena pernah mengikuti kelas prenatal yoga dan rutin berjalan kaki atas arahan dokter dan bidan. Hal-hal tersebut sangat life-changing, banyak insight baru yang saya ketahui dan memudahkan saya dalam menjalani setiap proses kehamilan hingga menyusui. Ilmu yang saya dapatkan juga membuat saya merasa lebih percaya diri dan bisa semakin menikmati semua fase yang yang saya jalani.

Semakin anak tumbuh besar, semakin banyak hal baru yang ia pelajari. Hal ini juga berbanding lurus dengan semakin banyak ilmu baru yang harus diketahui oleh kedua orang tuanya. Dari mulai milestone dalam setiap tahapan usia, belajar makan, belajar mengenal emosi, dan masih banyak lagi. Saya harus menambah sumber belajar dari buku dan akun/kanal seputar MPASI, nutrisi, psikologi termasuk parenting. Belum lagi nanti ketika anak sudah masuk usia remaja, menentukan jurusan kuliah, dan kelak memutuskan hal-hal penting dalam hidupnya. Proses belajar sebagai orang tua tidak akan pernah berhenti, maka ilmu akan selalu dibutuhkan. Sebagaimana pesan dalam sebuah kutipan populer “knowledge is power”, memiliki ilmu itu ibarat memiliki kekuatan. Fase apapun yang sedang dialami akan terasa lebih ringan saat orang tua sudah cukup memiliki ilmu sebagai “senjata”-nya. Meskipun demikian, dalam post-truth era seperti sekarang ini, di mana fakta objektif dalam media digital seringkali tersamarkan dengan hoaks atau disinformasi, orang tua harus semakin sadar dalam memilih dan memilah informasi. Dengan kata lain, literasi digital harus menjadi sebuah kemampuan yang perlu dimiliki oleh orang tua dalam mencari “ilmu” atau informasi dalam media digital. Walaupun pada kenyataannya, ada banyak hal lain yang memang tidak bisa dihadapi dengan ilmu saja, tetapi juga dengan intuisi.

  1. Intuisi

Jika sebelumnya saya banyak bercerita tentang betapa pentingnya ilmu, ada hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, yaitu intuisi. Dilansir dari jawapos.com, Sarah Blaffer Hrdy, Ph.D., seorang antropolog asal Amerika dan penulis “Mother Nature: Maternal Instincts and How They Shape the Human Species”, mengatakan bahwa intuisi itu dimulai dari rahim. Selain itu, naik turunnya hormon kehamilan semasa mengandung anak hingga melahirkan membuat seorang ibu menjadi lebih responsif. Lebih jauh lagi, Elizabeth Kipp, seorang praktisi penyembuhan trauma, menyebutkan bahwa intuisi adalah tentang memperhatikan bahaya yang mungkin terjadi, sehingga seseorang dapat menghadapi dan mengatasi kejadian yang negatif. Dapat disimpulkan bahwa intuisi yang dimiliki seorang ibu memang nyata adanya dan menjadi sesuatu yang bisa cukup diandalkan, terutama dalam masa-masa yang mungkin membuat ibu bingung. “You know what’s best for you”, ujar sebuah kutipan populer. Saya pun merasa demikian. Ada kalanya saya tidak melakukan hal-hal yang benar-benar sesuai dengan ilmu yang saya dapatkan. Saya memilih untuk mendengarkan intuisi saya, dan saya merasa sudah melakukan hal yang benar untuk saya dan anak saya. Wajib dipahami bahwa mengandalkan intuisi saja tidak bisa dilakukan setiap saat, di situlah ilmu yang kita miliki memainkan perannya.

(Mohon feedback-nya ya, Bu Nadia. Maaf baru kirim tulisannya jam segini, hehehe. Makasih banyak, Bu :smiling_face_with_three_hearts:)

Hai juga bu nadiaa

  1. Iya buu, waktu nulis juga aku bolak-balik ganti sih di bagian itu mentok mau disambungin pake kalimat apa untuk lanjut ke poin2 nya, jadi kaya lompat dan agak kurang nyambung ya :sweat_smile::pray:. Baik bu akan aku baca ulang dan coba perbaiki :blush:
  2. Siap bu Nadia👍
  3. Noted buu✍️

Terimakasih banyak bu nadia untuk feedback nya :pray::blush:

Terima kasih atas masukkannya Bu ^^