QnA Kelas #JikaIbuMenjadi Freelance Writer

Hai buu nadia dan ibu ibu lain. ini tugas roleplay aku yaa,

Suloktawati - https://www.instagram.com/p/CsbXeRfyu2L/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Mohon koreksinya yah bu terimakasih

1 Like

Ijin share challenge ya, Bu…

Ini Masaku ā€œMenjadi Ibuā€

Oleh Yeni Trisnawati

Hari Senin jam 11.00 waktunya mengantar anak keduaku ke bimbingan belajar. Anak yang pertama sudah aman di sekolahnya smpai jam 2 siang, sedangkan si bontot aman dengan budhe yang bekerja membantu di rumah. Satu jam. Ya, sampai jam 12 tepat waktuku me time sejenak diantara dua puluh empat jam tanggung jawab dan kewajibanku menjadi seorang istri dan ibu. Satu jam saja? Iya, satu jam saja…. (dibacanya sambal nyanyi ygy) Itu sudah mending banget Alhamdulillah wa syukurillah.

Setelah menjadi seorang Ibu pastinya dunia tak seperti dulu lagi. Bagaimana tidak, bocil-bocil itu masih sangat haus perhatian dan kasih sayang. Apalagi yang masih bayi, selangkah saja badan ini berpaling darinya, otomatis langsung nangis memelas. Sedangkan kakak-kakaknya setiap waktu memanggil ā€œIbu, Ibuā€¦ā€ untuk urusan yang remeh sampai hal yang paling sangat remeh. Tetapi masih beruntung aku dianugerahi suami yang tidak manja dan sangat pengertian sehingga kehadirannya sepulang bekerja sangat bisa membantu pekerjaan rumah dan mengurus anak.

Jika dikatakan melelahkan, pastilah sangat melelahkan. Jadwal tidur, apa itu? Mau tidur malam saja aku masih memikirkan besok mau masak apa, besok harus mendahulukan yang mana, galau arisan sekolah besok ikut atau tidak dengan membawa balita dan baduta, betewe arisan dimana-mana namaku kok belum keluar siiiihhhh!! Tidak juga bisa terlelap sampai otak ini memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan. ā€œSeriusan itu CS punya selingkuhan. Korea Utara kok bisa ya negara tertutup gitu tapi makmur makmur aja.ā€ Dan pikiran-pikiran aneh lainnya sampai aku harus menenggak obat tidur karna waktu sudah semakin dini hari.

Terkadang pikiran ini terlalu over thinking sehingga suami atau anak-anak ada salah sedikit saja aku bisa burnout nangis di kamar mandi sejadi-jadinya. Cengeng? Biarin! Tapi setelah air mata ini kukuras habis, lega rasanya dan aku seperti terlahir kembali dan siap untuk menjadi ibu tangguh lagi. Hahaha… Jika memikirkan kejadian-kejadian yang membuatku burnout sampai sesenggukan itu aku jadi geli sendiri. Kok kayak orang gila ya, batinku. Tapi memang sedikit gila menjadikanku lebih waras, menurutku. Karena jika dipaksakan untuk terus waras dan tidak membiarkan sel-sel kegilaan dalam diri ini keluar, mungkin akan menjadi kasus-kasus ibu bunuh diri seperti di berita-berita. Jadi kuijinkan sesekali diri ini mengeluarkan segala emosinya, tapi di dalam ruang tertutup yang tidak ada seorang pun yang tahu. Biarlah hanya Tuhan dan aku yang tahu.

Terkadang juga aku membayangkan masa mudaku yang penuh dengan energi. Dari SMA kelas 1 aku sudah mempunyai pekerjaan sampingan menjadi penyiar radio. Pekerjaan yang tidak terlalu menghasilkan secara finansial tapi cukup membuatku terkenal, setidaknya di sekolah. Hahaha… sampai kuliah aku masih aktif siaran di radio. Acara-acara off-air dan panggilan job untuk menjadi MC juga sering memenuhi waktuku. Sungguh masa SMA hingga kuliah adalah masa-masa emasku. Tak pernah terbayangkan di masa sekarang aktivitasku menjadi sangat terbatas.

Jika melihat di sosial media teman-teman yang masih aktiv bekerja atau mempunyai kegiatan di luar rumah terkadang membuatku iri. Dulu saat aku masih sibuk sosial media belum segencar ini jadi tidak bisa jadi ajang pamer. Loh, kok malah mau pamer! Tetapi jika dipikir-pikir lagi, aku sudah terlebih dahulu bersibuk-sibuk ria ketika teman-teman sebayaku masih sekedar menghabiskan waktunya untuk pacaran, nongkrong, bengong, dan hal-hal unfaedah lainnya. Aku sudah lebih dahulu mencicipi dunia kerja ketika yang lainnya masih fokus belajar dengan bukunya. Akupun sudah mengantongi pengalaman bekerja di perusahaan pemerintah selama 5 tahun ketika teman-temanku masih sibuk mencari lowongan pekerjaan atau berpindah-pindah tempat kerja. Jadi semestinya aku tidak perlu iri, karena semua orang mempunyai masanya sendiri-sendiri. Dan sekarang inilah masaku. Masa untuk mengabdi kepada suami dan anak-anakku agar keluargaku langgeng sakinah mawadah warrahmah dan anak-anakku mempunyai masa depan yang cemerlang. Aku sangat bahagia dan mensyukuri nikmat kehidupan yang kujalani sekarang.

1 Like

Halo Ibu @nadiasarahw, berikut link instagram untuk chalange JIM Freelance Writer https://www.instagram.com/p/CslUfK7P1ZZ/?igshid=MmJiY2I4NDBkZg==

Terima Kasih.

1 Like

SELF-COMPASSION FOR NEW MOMS

Menjalani peran baru sebagai seorang Ibu bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut membutuhkan waktu dan proses bagi seorang Ibu untuk menyesuaikannya. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron terjadi pada Ibu yang baru melahirkan. Hal tersebut menyebabkan perubahan suasana hati yang begitu cepat, menjadi lebih sensitif, dan tidak stabil secara emosional. Selain itu, Ibu yang baru melahirkan pun menghabiskan waktunya untuk menyusui sehingga semakin sulit untuk beristirahat di tengah merawat bayinya.

Ekspektasi sosial bagi seorang Ibu pun begitu berat. Seorang Ibu baru dituntut untuk selalu kuat bagaimana pun kondisinya ketika merawat bayi. Padahal seorang Ibu juga manusia yang berhak untuk merasa lelah dan sedih. Selain itu, Ibu juga kerap mendapatkan komentar-komentar negatif dari orang sekitarnya. Beberapa komentar negatif tersebut menyebabkan Ibu menjadi lebih mudah stress. Bahkan beberapa Ibu mungkin sering menyalahkan dirinya sendiri ketika situasi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga membuat dirinya merasa tidak layak menjadi seorang Ibu.

Ekspektasi sosial dan komentar negatif dari orang lain seringkali terjadi di luar kendali Ibu. Kedua hal tersebut sulit untuk dikontrol meskipun Ibu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membangun batasan-batasan dengan orang lain. Oleh karena itu, Ibu bisa berusaha untuk lebih fokus kepada dirinya sendiri dengan menerapkan self-compassion dalam menjalani perannya sebagai seorang Ibu.

Menurut Dr. Kritstin Neff, self-compassion yaitu ketika mengalami kegagalan atau situasi yang tidak sesuai dengan harapan, dalam mengatasi kondisi tersebut kita berbaik hati kepada diri sendiri, bukannya malah mengkritik diri sendiri atas kegagalan tersebut. Kita menghargai dan menerima kegagalan sebagai bagian dari hidup bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Ketika kita melihat orang lain mengalami kegagalan, biasanya kita langsung memberikan dukungan kepada orang tersebut dengan mengatakan kata-kata positif bahkan memberikan pelukan untuk menenangkannya. Akan tetapi, apabila kita yang mengalami kegagalan, kita malah lebih sering menyalahkan dan mengkritik diri sendiri daripada berbaik hati kepada diri sendiri.

Seorang Ibu pun kerap kali menyalahkan dirinya ketika ia merasa gagal saat merawat anaknya. Ibu kerap kali mengkritik dirinya saat melakukan kesalahan bahkan terkadang merasa tidak layak untuk menjadi seorang Ibu. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan self-compassion, yaitu Ibu berusaha berbaik hati kepada dirinya sendiri meskipun mengalami kegagalan dan kesalahan selama menjalani perannya sebagai seorang Ibu.
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para Ibu baru untuk menerapkan self-compassion setiap harinya.

  1. Beristirahat
    Ibu sangat berhak untuk beristirahat. Mengedepankan kebutuhan Ibu sendiri bukanlah hal yang egois. Hal tersebut sangat perlu dilakukan oleh Ibu. Cobalah untuk beristirahat sejenak dengan tidak melakukan apapun. Fokus kepada diri sendiri dengan mencoba merasakan emosi yang sedang Ibu rasakan pada saat itu. Dengan beristirahat, Ibu menjadi lebih tenang sehingga lebih paham mengenai pentingnya untuk memprioritaskan kebutuhan diri sendiri.

  2. Melakukan meditasi
    Lakukan meditasi setiap hari minimal selama lima menit. Cobalah untuk mengambil nafas yang dalam dengan tenang. Bernafas merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membuat tubuh menjadi lebih rileks.

3. Mengidentifikasi kembali jati diri Ibu
Peran seorang Ibu memberikan banyak sekali perubahan terhadap dirinya. Sehingga Ibu seringkali lupa bahwa ia pun adalah tokoh utama bagi hidupnya sendiri, bukan hanya sekadar sebagai ibu untuk anaknya dan istri untuk suaminya. Ibu bisa mencoba untuk mencari tahu apa yang Ibu inginkan untuk hidup ini selain menjalankan peran barunya tersebut.

4. Lakukan hand on heart
Coba letakkan kedua tangan ibu di dalam dada sambil berkata di dalam hati, seperti : ā€œApa yang aku butuhkan saat ini?ā€
Ibu lebih sering mengorbankan dirinya untuk memenuhi kebutuhan orang lain terlebih dulu. Padahal sangat penting bagi Ibu untuk memprioritaskan kebutuhannya sendiri.

5. Berkata baik kepada diri sendiri
Ibu sering kali mengkritik diri sendiri saat melakukan kesalahan. Cobalah untuk lebih sering melakukan self-talk yang positif setiap harinya. Bayangkan diri sendiri adalah seorang teman yang sedang mengalami kesulitan sehingga Ibu akan menyemangati teman tersebut dengan kata-kata yang baik. Contoh kata-kata baik yang dapat ibu terapkan, yaitu :
ā€œAku adalah Ibu yang baik dan penuh dengan kasih sayangā€
ā€œAku sudah melakukan yang terbaik untuk merawat anakkuā€

Dengan menerapkan self-compassion di dalam kehidupan seorang Ibu akan membuatnya merasakan pengalaman baru sebagai seorang Ibu yang bisa lebih tenang, fleksibel, dan bebas dalam menjalankan perannya. Bukan hanya bermanfaat bagi Ibu, menerapkan self-compassion juga bermanfaat bagi anak maupun pasangan. Ibu mengajarkan kepada mereka untuk selalu berbaik hati kepada diri sendiri walaupun sedang mengalami situasi yang sulit.

REFERENSI :
https://www.psychologytoday.com/us/blog/finding-balance-postpartum/202104/why-self-compassion-is-so-important-new-mothers
https://www.parentonboard.com/the-power-of-self-compassion-in-motherhood/
https://nataliebacon.com/how-to-practice-self-compassion-as-a-mom/
https://rosecoloredglasses.com/the-importance-of-self-compassion-for-mothers/
https://self-compassion.org/wp-content/uploads/2019/03/Self-Compassion-for-Parents-Greater-Good.pdf
https://www.alodokter.com/mengenal-depresi-pasca-melahirkan

Ibu @nadiasarahw ini saya upload tugasnya ya terimakasih untuk ilmunya Bu :slight_smile:

1 Like

Yang Terjadi Setelah Saya Menjadi Ibu

Tidak seperti kebanyakan ibu lain yang bahagia dan antusias tatkala menyambut buah hati, nyatanya saya tidak begitu. Beberapa tahun lalu, menikah dan langsung dikaruniai kehamilan membuat saya merasa shock, tidak siap, takut, bahkan juga bersalah. Entah mengapa, saya justru merasa kehilangan diri saya yang lambat laun merambat kepada perasaan insecure yang lain, dan ini berbahaya! Tesis saya terbengkalai, tidak punya karya dan pekerjaan, saya menarik diri, dan self esteem saya rendah sekali. Lalu saya berpikir, ā€œkenapa begini banget ya diriku sekarang? Apa benar kata orang-orang aku ini kufur gak bersyukur?ā€.

Dulu belum melek soal mental health, inner child yang terluka, dan segala macam hal tentang persiapan menjadi ibu. Lalu pelan-pelan saya belajar menerima keadaan. Menikah adalah keputusan yang saya buat secara sadar, dan tahu betul bahwa tujuan serta jalannya adalah ibadah. Namun, benar-benar tidak habis pikir bahwa realita setelah menikah dan langsung punya anak ternyata sangat berbeda sekali. Merawat anak pun malah rasanya ā€œkok aku buruk banget jadi ibuā€. Akhirnya, sambil memohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah, saya berkontemplasi. Ternyata, setelah menjadi ibu baru saya benar-benar mengenali diri saya sendiri. Wah iya, ternyata ada banyak luka. Ternyata masih begini, masih begitu. Saya kemudian mencoba beberapa hal ini, meski juga banyak rintangannya.

Pertama, menjalin persahabatan dengan diri sendiri. Bukan hanya sebatas mengenal namun juga benar-benar menerima. Tahun-tahun pertama menjadi ibu, saya ā€œjelekā€ sekali, baik dari segi penampilan maupun output dari dalam diri saya. Jadi lebih emosi, marah-marah ke anak, ngambek ke suami. Sampai badan rasanya malah makin berat, muka kenapa auranya kusam melulu, lho kok dari stress merembet punya eczema sekarang? Tidak tahan lagi, maka saya memutuskan ā€œaku harus berubah!ā€ mencoba sedikit-sedikit minum smoothies, jalan kaki pagi-pagi sambil menemani anak bersepeda, kadang-kadang journaling, dan menyisihkan sedikit uang dari suami untuk beli skincare. Belum bisa yang butuh pengeluaran lebih, seperti ikut kelas gym atau laser di klinik kecantikan, yang penting rutin dulu saja deh. Hasilnya? Belum sempurna tetapi saya merasa jauh lebih happy.

Kedua, take your time alias jangan buru-buru. Kalau kata teman saya, ā€œorang lain bisa ya biar saja kita tidak perluā€ hehe tentu ini jokes ya… tapi saya mengartikannya dengan tidak usah lagi membandingkan diri sendiri dengan orang lain, terutama dengan teman-teman dekat saya semasa sekolah yang kini sangat hebat dalam karier dan rumah tangganya. Setelah belajar menerima, saya menyadari bahwa kita punya jalan ibadah masing-masing. Seperti teman saya yang punya karier bagus karena Allah telah memilihnya menjalani ibadah membiayai pengobatan rawat jalan ibunya, begitu pula dengan saya sebagai ibu rumah tangga, jalan yang mudah-mudahan diridhai Allah sebagai ibadah karena mengurus suami dan anak. Bahwa berpenghasilan atau tidak, bukan lagi menjadi tolak ukur kesuksesan di dunia. Tapi, sudah utuhkah aku menjadi manusia, sudah ridha dan bertanggungjawabkah aku menjalani peran, dan sudahkah aku menebar manfaat meski hanya kepada segelintir saja? Maka, saya memilih untuk lebih mindful dan be present, apalagi di masa-masa golden age anak saya yang hanya sampai enam tahun pertama. Nanti akan ada kesempatan lagi insya Allah, selama masih ada waktu dan jatah usia.

Ketiga, tidak buru-buru tapi jangan lupa untuk terus bertumbuh. Artinya, jangan bosan belajar. Seperti pepatah Arab yang berbunyi, ā€œtuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahatā€. Pada fase kelelahan secara fisik karena mengurus anak dan rumah, saya terbuai dengan konsep me time. Nonton drakor atau netflix, rebahan di tempat tidur sambil scrolling media sosial, lalu saya menjadi lalai. Tentu ini tidak berlaku di setiap orang, namun bagi saya sendiri seperti ada yang kosong dan akhirnya jadi terbengkalai. Waktu bermain dengan anak menjadi berkurang karena saya keasyikan nonton. Pekerjaan rumah juga ditunda-tunda terus karena terlalu sibuk buka tutup beberapa aplikasi media sosial dan e-commerce. Sampai saya di titik butuh upgrade isi otak dan juga skill, tentunya biar ada kesibukan yang lebih bermanfaat setelah mengurus anak dan rumah. Akhirnya saya mulai bergabung di beberapa komunitas yang positif, ikut beberapa workshop dan webinar, mengintip akun-akun di media sosial yang kontennya bermanfaat, serta mengambil diploma di dunia pendidikan anak. Semuanya saya lakukan bukan untuk mengejar atau membuktikan sesuatu, namun karena saya ingin terus bertumbuh.

Tentu tidak sempurna, tetapi menjadi ibu membuat saya berubah dan saya berusaha agar ini adalah perubahan yang baik. Saya ingin anak saya melihat bahwa ibunya bahagia dan merasa berharga.

Halo Ibu @nadiasarahw izin post challenge ya. Terima kasih banyak atas ilmunya, Bu.

1 Like

Win Over Postpartum Depression

Setelah melahirkan, sebagai ibu pasti kita sangat bahagia ya? Liat anak terlahir sehat, selamat dan sempurna. Tetapi tidak lama dari itu kok tiba-tiba jadi sedih ya? Kok jadi mood swing ya? Tiba-tiba overthinking, cara aku benar tidak sih dalam merawat anakku? Aku ibu yang sempurnakah buat anakku? Bawaannya mood berantakan banget, mulai stres deh.
Kaget sama perubahan hidup yang rasanya beda banget setelah punya anak.

OMG, iya banget! Kenapa ya?

Guys, bisa jadi kamu mengalami (PPD) postpartum depression loh.
Jadi gini, postpartum depression adalah keadaan ketika seorang ibu merasakan rasa sedih, rasa bersalah dan bentuk umum depresi lainnya dalam jangka waktu yang lama setelah melahirkan. Berbeda dengan baby blues yang berlangsung kurang dari 2 minggu, postpartum depression berlangsung lebih dari 2 minggu dengan gejala yang menetap. Menurut sumber terbaru, istilah PPD sekarang berubah menjadi peripartum depression, penggabungan prenatal depression dan postpartum depression.

Well, tell me more.

Oke, ada beberapa gejala nih dari postpartum depression ini, gejala utamanya adalah sedih terus menerus, hal-hal yang dulu disukai jadi tidak disukai. Contohnya, dulu suka masak tiba-tiba jadi nggak suka masak atau dulu suka nonton film jadi nggak suka menonton film apa pun, seperti tiba-tiba kehilangan minat terhadap hobi yang dimiliki. Yang terakhir adalah lack of energy, seperti mudah lelah dan tidak bersemangat. Selain gejala utama ada juga nih, beberapa gejala minor, yaitu konsentrasi menurun, penurunan atau peningkatan nafsu makan, makan berlebihan sebagai pengalihan stres. Ada loh orang yang tipikal pengalihan stres-nya dengan makan berlebihan. Sulit tidur, pesimis, merasa bersalah terus gitu, mudah tersinggung dan terakhir yang paling parah adalah ingin mengakhiri hidup.

Kok bisa sih? terus-terus?

Nah terus, secara hormonal, dua sampai empat hari setelah melahirkan kondisi hormon estrogen sangat rendah, sehingga ibu jadi sensitif dan mudah menangis. Contoh, kondisi bayi kuning, dua hari pasca dilahirkan ternyata harus disinar, bisa tuh tiba-tiba ibu nangis bombay. Ternyata hal itu bisa dijelaskan secara biologi loh, hal itu karena hormon estrogen ibu lagi rendah. Ada fakta menarik nih, bahwa satu sampai dua tahun pasca melahirkan, hormon estrogen di tubuh ibu dalam kondisi rendah. Hal itu juga berpengaruh kepada kondisi hormon serotonin, dimana ketika estrogen rendah maka serotonin juga rendah. Kalian tau kan hormon serotonin? Yap! Bener banget. Serotonin dikenal dengan hormon bahagia.

I see, oke lanjut.

Selanjutnya, dalam masalah jiwa, kita harus melihat manusia sebagai manusia yang utuh, dimana terdiri dari tubuh, jiwa dan ruh. Hormonal itu tubuh. Bagaimana dengan jiwa? Jiwa membutuhkan adaptasi yang besar setelah melahirkan. Misalnya, harus bangun tengah malam, ganti popok, menyusui, dll. Melakukan banyak aktivitas berbeda dengan aktivitas biasanya sebelum ada anak. Jiwa ibu sangat rentan mengalami stres. Depresi sendiri berbeda dengan stres. Stres adalah segala perubahan yang membutuhkan adaptasi, perubahan itu tidak melulu tentang perubahan yang buruk. Perubahan yang baik pun bisa memicu stres juga. Seperti menikah, itu perubahan baik, tetapi butuh adaptasi, biasanya bebas sendirian, tiba-tiba ada suami, anak atau tinggal dengan mertua. Dulunya bekerja tiba-tiba tidak bekerja. Bagaimana dengan ruh atau rohani? Pastinya dengan mendekatkan diri pada Tuhan. Postpartum Depression ini kuat hubungannya dengan hormonal. Maka dari itu dibutuhkan obat antidepresan untuk membantu menaikan hormon serotonin yang diresepkan oleh dokter kejiwaan.

Terus kapan sih kita mulai butuh bantuan profesional? Kan tidak boleh self-diagnose nih.

Kita mulai butuh bantuan profesional apabila sudah ada 5 gejala yang mengganggu kualitas hidup, dari gejala yang udah disebutin di atas. Hidup ini dinamis ya, dulu sebelum punya anak kita sebagai ibu memiliki banyak keinginan hidup, ingin fokus karier, ingin lanjutin sekolah lagi, dll. Sekarang setelah punya anak, akan ada yang namanya shifting intention. Contohnya, dulu kita fokus ke karier tetapi sekarang harus menyeimbangkan waktu, gimana menjadi ibu untuk tetap bisa mengaktualisasikan diri dengan merawat anak atau memenuhi kebutuhan anak.

Cara biar bahagia setelah jadi ibu gimana dong?

Gini guys, ada piramida kebutuhan manusia yang disebut Piramida Maslow, dimana piramida ini harus terpenuhi agar hidup manusia bisa bahagia, piramida ini harus dipenuhi mulai dari bawah.

Dari Piramida Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan yang harus dipenuhi agar bisa bahagia.

  1. Kebutuhan fisiologis.
    Ini adalah kebutuhan akan uang untuk membeli makanan, minuman, pakaian dan kebutuhan hidup lainnya.

  2. Kebutuhan rasa aman.
    Perasaan akan aman dan stabilitas, misalnya, suami bisa dipercaya dalam rumah tangga, tidak KDRT, tidak selingkuh, suami punya pekerjaan untuk menafkahi keluarga. Memiliki tempat tinggal yang layak.

  3. Kebutuhan akan cinta.
    Kebutuhan diri untuk merasa dicintai. Contohnya, bertemu dengan teman-teman, sahabat, keluarga, kebutuhan seksual dan me time.

  4. Kebutuhan dihargai.
    Ada beragam cara untuk setiap individu menumbuhkan self-esteem-nya. Ada yang bisa didapatkan dari komunitas seperti doing something for others, ada yang dengan membantu anak-anak kurang mampu, menjadi relawan, jadi kaya do something good yang direspek orang lain. Kebutuhan ini salah satunya dapat terpenuhi juga yang dengan pencapaian akan sesuatu.

  5. Kebutuhan aktualisasi diri.
    Kebutuhan untuk mendapatkan hal yang terbaik dalam diri kita. Misalnya, liburan, pergi ke tempat-tempat yang ada di wishlist atau keinginan untuk membeli tas branded impian, tetapi jangan sampe bisa beli tas branded lalu tidak bisa makan, karena kebutuhan akan uang yang di bawah jadi hierarki yang harus dipenuhi dahulu.

Kelima hal dalam Piramida Maslow sering terlupakan karena ibu terlalu fokus ke anak. Ibu itu butuh mengaktualisasikan dirinya. Kalau kelima itu tidak terpenuhi, bagaimana kita bisa penuhi kebutuhan tangki cinta anak. Maka kenali dan penuhi kelima hierarki dari piramida tersebut.

Oh wow, seru, lanjuuut.

Well, selanjutnya, untuk menjadi ibu yang bahagia, ibu harus juga bisa mengelola stresnya. Caranya gimana sih? Pertama, mengurangi beban, mencari solusi, mengingat tujuan utama yang terakhir adalah menerima. Dari awal menikah, kita menyadari bahwa hidup akan berubah, apalagi ketika menambah gelar ibu. Ada beberapa cara supaya tidak stres menjelang menyandang gelar ibu. Membangun support system sebelum melahirkan sangatlah penting. Calon ibu harus tahu apa yang akan dihadapi setelah lahiran. Misalnya, kurang tidur, harus siap nyebokin anak, ada beberapa orang yang kaget dengan hal tersebut karena jijik, kebahagiaan yang didapat saat punya anak dan melihat tumbuh kembangnya, kelucuan anak dan serunya menemani anak bermain.

Support system pertama itu datangnya dari pasangan, karena anak yang lahir adalah anak berdua bukan anak ibunya saja. Suami dikasih gambaran hal apa yang akan dihadapi pasca melahirkan, lalu diskusikan butuh bantuan atau tidak dengan kondisi tersebut. Jadilah realistis, jika butuh bantuan katakan butuh bantuan, hindari tidak enakan. Kedua, support dari orang tua dan mertua, misalnya bisa tidak bantuin masak, bisa diganti solusinya dengan katering saja. Membuat plan dan bagi peran kehidupan setelah melahirkan. Ibu dan ayah tugas masing-masing apa saja. You have the goal tapi fleksibel ya karena hidup ini dinamis.

Percayalah semua ibu adalah ibu hebat, kamu adalah ibu yang hebat.

When Coboy Junior said,

:musical_note: pasti kau dan aku sama, sama-sama punya takut,
takut untuk mencoba dan gagal, tapi kawan,
pasti kau dan aku sama, sama-sama punya mimpi,
mimpi untuk menjadi berarti,
harus kita taklukan bersama lawan rintangan,
tuk jadikan dunia ini lebih indah,
tak perlu tunggu hebat untuk berani memulai apa yang kau impikan,
seperti singa yang menerjang semua rintangan tanpa rasa takut,
yakini bahwa kamu kamu kamu terhebaaaat
:musical_note:

Halo, Ibu @nadiasarahw dan Ibu Pembaca , salam kenal saya Chanisa. Bu @nadiasarahw ini artikel roleplay saya, mohon feedback nya ya Bu Nadia :blush: Thanks in advance.
Untuk Ibu Pembaca jika ada saran atau masukan boleh juga loh kasih komentarnya di kolom reply. :wink:

1 Like

Halo ibu @nadiasarahw, izin share link challenge carousel ya.
Kartika Trianita: https://www.instagram.com/p/CstXQPXPqN0/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Mohon feedbacknya. Makasih bu. :blush:

Halo ibu @nadiasarahw, Terima kasih ilmunya…
Izin share challenge yaa

Anakku adalah guru terbaikku

Menjadi seorang ibu dan membesarkan anak-anak adalah impianku sedari dulu.
Seperti pasangan suami istri pada umumnya, ketika menikah pasti mendambakan kehadiran sang buah hati.

Satu bulan setelah menikah, saya positif hamil, namun sayang sekali janinnya tidak dapat berkembang sehingga harus mengalami keguguran.
Sejak saat itu, saya mengalami kekecewaan yang teramat dalam, merasa gagal menjaganya. Rasa sedih dan kecewa terus hadir terutama disaat tiba waktunya siklus bulanan, si garis dua yang ditunggu tak kunjung datang…Selalu menangis dan menangis karena tak kunjung hamil kembali… Terlebih jika mendapat pertanyaan ā€œsudah isi belum?ā€, " Kapan hamil?".
Kondisi psikologis yang tidak stabil tentunya membuat semakin sulit untuk hamil kembali…
Akhirnya pada satu titik, kami lelah mencoba program ini itu dan kami pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Qadarullah…
Disaat sudah pasrah dan rehat sejenak dari promil, ternyata Allah memberi kepercayaan lagi kepada kami.
Alhamdulillah… akhirnya sosok mungil yang kami nanti-nantikan hadir di keluarga ini…
Terima kasih Ya Allah Sang Maha Pencipta.

Tentu saja kami sangat bahagia menyambut sang buah mhati dan berusaha melakukan yang terbaik untuknya.
Tapi ternyata merawat bayi tidak semudah yang saya bayangkan.
Walaupun saya sudah mempelajari berbagai teori-teori dan ilmu-ilmu seputar bayi dan anak, namun saya tetap panik dan kebingungan disaat belum bisa lancar menyusui, bayi kuning, alergi, kolik, muntah, diare, demam, dan berbagai keadaan yang terjadi di anak saya…

Panik? Pasti…
Gelisah? Pasti…
Tapi alhamdulillah tidak sampai mengalami baby blues syndrome karena alhamdulillah saya mendapatkan dukungan yang luar biasa dari suami dan keluarga.
Satu persatu saya mulai pelajari dari anak saya, kira-kira apa yang terjadi, apa yang dia butuhkan, dan bagaimana mengatasinya.

Belajar dari anak??

Ya betul…
Saya benar-benar belajar semuanya dari anak saya.
Sosok mungil nan menggemaskan itu adalah guru terbaik bagi saya, yang baru menjadi seorang ibu dan masih belum mengerti banyak hal mengenai kebutuhan bayi.
Saya banyak belajar dari anak saya.
Belajar sabar, belajar pasrah, belajar mengerti bahasa bayi, belajar memahami tanda-tanda yang dia berikan, termasuk belajar mengasah insting saya sebagai seorang ibu.
Alhamdulillah karena anak saya, saya menjadi bisa merawat dan membesarkan anak saya dengan menyenangkan.

Setelah lancar di anak pertama, apakah lancar juga di anak kedua?

Awalnya saya pikir dengan pengalaman saya merawat anak pertama, saya akan bisa dengan lancar merawat anak kedua.

Tapi ternyata tidak semudah itu.
Setiap anak memang memiliki jalan cerita masing-masing, memiliki keistimewaan dan keunikan masing-masing.

Anak kedua kami ternyata mengalami growth faltering dan nyaris mengalami stunting, sehingga diharuskan menggunakan alat bantu sonde / NGT (nasogastric tube) untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya.
Saya merasa gagal menjadi seorang ibu.
Menyalahkan diri sendiri karena seharusnya hal ini tidak terjadi di anak saya.
Namun saya sadar, saya harus bisa bangkit dan tetap semangat merawat anak saya dengan lebih baik lagi. Saya harus bisa mengejar ketinggalan ini.

Perjalanan anak saya saat menggunakan NGT tidak selancar anak-anak lain, karena anak saya memiliki alergi yang memicu GERD dan diare, dalam sehari sering sekali anak saya muntah-muntah, sehingga sulit untuk bisa mencapai target nutrisi yang masuk dan target kenaikan berat badan.

Menggunakan NGT dalam waktu 1 tahun tentu saja ada menimbulkan efek samping. Anak saya mengalami gangguan oromotor, gangguan menelan dan tidak mengenal rasa lapar. Hal ini menyebabkan anak saya kesulitan untuk makan.
Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk melatih anak saya supaya bisa mengunyah dan menelan makanan dengan baik.

Lelah? Pasti.
Jenuh? Pasti.
Jika saya menyerah, bagaimana dengan anak saya?
Saya sadar jika saya lelah, pasti anak saya lebih lelah lagi. Jika saya merasa susah, pasti anak saya merasa lebih susah lagi daripada saya.
Perjuangan anak saya untuk bisa menikmati makanannya tidaklah mudah, terlebih anak saya mengalami trauma makan dan gangguan oromotor.

Saya sangat menghargai kemajuan sekecil apapun yang terjadi pada anak saya, karena saya tahu dia sudah berusaha sebaik mungkin.

Lagi-lagi saya belajar banyak hal dari anak saya.
Anak memang guru terbaik bagi ibunya.
Terima kasih anak-anakku yang hebat, kalian telah menjadi guru terbaik untuk mama.

Terima kasih Ya Allah atas anugerah terindah ini.
Terima kasih ibupunyamimpi yang telah memberi ilmu untuk para ibu-ibu saling bertumbuh.

  • Ari Mahardini -

Bu, Apa Ibu Sudah Tahu Mengenai Mom Burnout?
Yuk Bu, cari tahu seperti apa gejalanya dan apa yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya.

Setiap harinya sebagai Ibu kita di tuntut untuk selalu siap dengan berbagai tugas. Dari bangun tidur sampai terlelap, ada beragam aktivitas yang harus Ibu lakukan. Mulai dari menyiapkan sarapan serta bekal anak dan suami, mencuci pakaian, mengantar anak sekolah, bekerja diluar rumah bagi sebagian Ibu, hingga masih ada tuntutan untuk menjaga rumah tetap bersih di sela berbagai kegiatan Ibu.

Sebagai seorang Ibu baru, saya sendiri pun terkadang sering merasa kewalahan dengan rutinitas, hingga seringkali merasa sangat lelah dan tidak bersemangat meskipun sudah tidur atau beristirahat. Apa Ibu juga pernah merasakan hal yang sama? Tahu tidak, Bu, Ibu bisa saja mengalami yang disebut Mom Burnout.

Apa Itu Mom Burnout dan Penyebabnya?

Disebut juga ā€œKelelahan Ibu atau Orang tuaā€, mengacu pada kelelahan emosional orang tua, jarak emosional dari anak-anak mereka, dan berkurangnya rasa pencapaian orang tua (Roskam et al., 2017).

Menjadi Ibu adalah pekerjaan full time. Tidak hanya banyaknya rutinitas yang harus Ibu lakukan, namun beban emosional yang harus Ibu tanggung saya yakin pun banyak. Seperti jika menghadapi anak tantrum atau GTM, membantu kesulitan tugas sekolah anak, hingga curhatan suami soal masalah di kantor. Tekanan untuk menjadi Ibu yang sempurna; serba bisa dan juga sambil bekerja di luar rumah pun sangat menambah kelelahan emosional pada Ibu.

Berbagai hal tersebut bisa membuat Ibu merasa kesepian dan sedih, namun kurangnya support atau penyaluran emosi ini dapat mengarah ke kelelahan. Stres berulang dalam jangka waktu lama yang terasa terlalu berat untuk ditangani juga dapat di kategorikan sebagai burnout. Meski rasa kelelahan ini memiliki beberapa tingkatan, sebaiknya jika Ibu merasakannya ada baiknya untuk tidak mengabaikannya ya, Bu.

Gejala Burnout yang Harus di Waspadai
Tanda-tanda kelelahan pada Ibu tidak hanya ditandai dengan munculnya rasa kesepian atau sedih lho, Bu. Ada baiknya kita lebih menyayangi diri kita sendiri dengan menyadari beberapa gejala burnout berikut (Monroe, S. 2021.)

Gejala emosional bisa di tandai dengan adanya:
• Rasa depresi atau sedih yang tiba-tiba muncul dan terus menerus ada
• Sangat butuh ketenangan atau tempat yang sepi
• Tidak ingin berpartisipasi di kegiatan sosial, keluar rumah, atau tidak menikmati hal yang biasa senang dilakukan
• Tidak memiliki kesabaran atau mudah marah pada anak

Selain itu, ternyata juga ada gejala fisik yang menjadi penanda Ibu sedang burnout:
• Kelelahan yang terasa intens meski sudah beristirahat cukup
• Tidak nafsu makan atau ingin makan terus
• Kesulitan tidur, sakit kepala, atau migraine
• Peningkatan rasa nyeri atau tegang pada bagian tertentu tubuh

Tips untuk Mencegah Mom Burnout
Jika Ibu merasakan salah satu atau beberapa gejala di atas, bisa jadi Ibu sedang mengalami burnout. Ini beberapa tips yang menurut saya bisa Ibu lakukan untuk mencegahnya.

  1. Sesibuk apapun, sediakan waktu untuk diri sendiri
    Terkadang ketika kita dengar istilah me time itu bagi beberapa Ibu sulit dilakukan ya, Bu. Namun, ada baiknya kita usahakan karena ternyata ini sangat penting. Dengan Ibu menyediakan waktu buat diri sendiri, Ibu bisa beristirahat sejenak dan melakukan hal yang Ibu suka, jika sangat sibuk bisa sebelum anak bangun atau sesudah anak tidur. Hal sederhana seperti streaming K-drama, membaca novel, atau se-simple pakai skincare di malam hari. Salah satu cara yang works untuk saya adalah, bangun lebih pagi lagi sebelum memulai rutinitas sebagai Ibu. 1 -2 hari sekali dalam seminggu, setelah beribadah, saya coba sempatkan untuk sarapan sendirian dan berolahraga ringan 15 menit sambil melihat Youtube, sebelum menyiapkan keperluan si kecil dan suami. Dengan begitu, tangki energi Ibu akan lebih terisi sebelum beraktivitas.

  2. Tidak perlu menjadi perfeksionis
    Jika Ibu sedang lelah, tidak apa-apa untuk tidak memasak sesekali atau buat makanan yang mudah. Saat ini pun sudah banyak pilihan catering MPASI anak yang bisa Ibu pesan untuk memudahkan. Tidak apa-apa untuk membolehkan anak mendapat screentime jika hari itu Ibu sedang merasa ingin istirahat sejenak. Ibu tidak perlu mengikuti standar menjadi "Ibu yang baikā€ seperti yang sering kita lihat di social media. Bagaimanapun cara Ibu mengurus rumah dan si kecil, Ibu sudah menjadi Ibu yang terbaik untuk mereka.

  3. Mengobrol dengan teman atau orang terdekat
    Seringkali kita merasa kesepian menjalani rutinitas sebagai Ibu. Padahal dulu saat sekolah, kuliah, atau dulu saat bekerja Ibu punya banyak teman-teman untuk curhat dan bersenda gurau. Sebelum stres Ibu menumpuk, sangat disarankan untuk Ibu berbicara dengan teman, suami, atau orang terdekat yang Ibu nyaman untuk saling mengobrol. Via telepon, chat, atau bahkan video call untuk mencurahkan isi hati dan apa yang menjadi keluh kesah Ibu. Ingat, meski saat ini Ibu merasa kesepian, ketahui bahwa Ibu tidak perlu melewati kesulitan sendirian ya, Bu.

  4. Katakan jika butuh bantuan
    Bagaimanapun, keluarga seharusnya bisa menjadi support terbaik Ibu. Tidak ada salahnya memberitahu suami untuk menjaga anak jika Ibu sedang benar-benar butuh istirahat dan waktu untuk diri sendiri. Jika tidak bisa, Ibu bisa mencoba berbicara dengan orang tua, mertua, atau saudara yang bisa dipercaya untuk menjaga si kecil beberapa jam. Jika sedang tidak ada bantuan dan Ibu sudah merasa sangat burnout, saya sarankan untuk Ibu untuk mencari bantuan psikolog untuk bisa sharing dan mendapat saran terbaik mengenai kondisi Ibu. Saat ini pun sudah banyak layanan psikolog online yang biayanya lebih terjangkau dan lebih mudah di akses dari mana saja. Tidak perlu malu untuk mendapat bantuan ya, Bu.

Saya yakin Ibu yang sedang merasakan burnout, pasti ingin merasa menjadi seperti ā€œdiri sendiriā€ lagi, serta tidak merasa terus menerus sedih atau tidak bersemangat. Sebagai Ibu yang pernah ada di posisi itu, saya percaya seorang Ibu yang bahagia adalah hal yang penting bagi kehidupan keluarganya. Tetap semangat, Bu. :blush:

Tulisan oleh:
Dinda N. Rachmatianti, May 2023.

Sumber:
• Van Laar, Colette. Meeussen, Loes. ā€œFeeling Pressure to Be a Perfect Mother Relates to Parental Burnout and Career Ambitionsā€. Front. Psychol. Sec. Developmental Psychology, Nov. 2018, frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2018.02113/full.
• Monroe, Suzanne. ā€œMom Burnout: Causes, Warning Signs, Prevention, and How to Deal with Itā€. 7 May. 2021, Mom Burnout: Warning Signs, Causes, and What to Do About It.
• Duffy, John, ā€œMoms are burned-out: What can we do to ease the burden?ā€. 21 May. 2021, edition.cnn.com/2021/05/21/health/moms-are-burned-out-what-to-do-wellness/index.html.

Halo Ibu @nadiasarahw salam kenal, :slight_smile: saya Dinda peserta JIM freelance writer. Mohon maaf sebelumnya saya baru submit hari ini, karna kesalahan saya dalam melihat tanggal deadline pengumpulan artikel roleplay . Saya harap bu Nadia masih bisa memberi feedback untuk tulisan saya. Terimakasih banyak perhatiannya. :innocent:

ijiin setor tugas ibu. (anisa nursaida)

Kenapa Berubah Sejak Menjadi Ibu

Perubahan status menjadi seorang ibu selaalu diiringi dengan berbagai macam statement. Banyak statement yang mengatakan bahwa, ā€œseorang istri akan berubah setelah menjadi ibuā€. Sebenarnya apa yang menyebabkan perubahan dalam diri seorang Ibu?

Kelahiran seorang anak pasti menjadi moment yang special bagi banyak pasangan. Namun kebahagiaan ini ternyata tidak selalu berjalan secara mulus. Perjalanan menjadi seorang ibu bukanlah proses yang mudah. Perubahan hormon, perubahan fisik, perubahan psikis dan juga perubahan rutinitas mengurus buah hati tidak jarang menjadi tekanan bagi ibu.

Perubahan hormone yang dialami seorang ibu membuat ibu kerap merasa sedih, marah dan kecewa. Hal ini disebabkan kadar hormone estrogen dan progesteron di dlamtubuh ibu menurun. Sehingga memicu terjadinya perubahan suasana hati yang tidak stabil.

Faktor perubahan fisik juga menjadi salah satu yang paling signifikan. Bentuk badan yang tidak proposional menjadikan ibu tidak percaya diri setelah melahirkan. Strecht Mark yang membekas karna perenggangan kulit saat kehamilan terkadang membuat ibu semakin minder, belum lagi dengan masalah rambut rontok dan jerawat. Perubahan fisik dan permasalahannya memang akan dialami oleh para ibu karena hormon di tubuh yang tidak lagi sama.

Perubahan-perubahan itu sering sekalimembuat para ibu overthingking. Sikap ibu berubah menjadi merasa rendah, tidak berhaga dan insecure. Kelelahan dalam mengurus buah hati juga menjadi beban karena kebebasannya harus berganti menjadi rutinitas yang berulang setiap harinya. Rutinitas ini yang kerap menebakpara ibu dalam kejenuhan.

Perasaan-perasaan itu yang membuat ibu semakin tertekan sehingga munculberbagai perubahan emosi yang mempengaruhi perilaku sang ibu.

Apasih yang perlu dilakukan untuk memahami ibu yang sedang mengalami perubahan itu??

Kata kunci dalam kondisi ini adalah ā€œ Menerima, Menghargai, dan Menolongā€. Tiga sikap ini jauh lebih dibutuhkan oleh seorang ibu. Dukukungan dari pasangan dan keluarga sangat penting bagi seorang ibu. Pasangan yang mampu menerima, mengerti perubahan istrinya ketika menjadi seorang ibu akan membuat ibu merasa dicintai sehingga rasa kurang percaya dirinya akan terkikis. Sigap menolong tanpa perlu menunggu untuk dimintai pertolongan akan membuat ibu merasa tidak sendiri dalam mengurus buah hati. Keberadaan orang yang dicintai yang mau menerima dan menolong akan berdampak besar bagi diri sang ibu. Cintailah dia dengan cara yang baik.

Hai, Bu. Terima kasih ya udah join challengenya :heart_eyes:

Tadi aku udah liat postingannya, enak banget dibacanya. Pemilihan warna dan ukuran font udah oke. Sedikit notes dari aku:

  • Perhatikan kata yang benar: mengubah bukan merubah
  • Awal kalimat jangan lupa menggunakan huruf kapital
  • Hati-hati dengan typo

Semangat terus nulisnya ya, Bu :blue_heart:

Hai, Bu. Terima kasih udah setor tulisannya yaa.

Memang menulis itu pas banget untuk mengekspresikan emosi dalam diri ya, Bu. Tapi kalau misal ingin dijadikan artikel, tentu harus memperhatikan EYD yang baik seperti:

Semangat terus menulisnya, Bu :blue_heart:

Hai, Bu. Terima kasih atas tulisannya yaaa. Tadi aku baru mampir untuk baca tulisannya yang pas banget dengan curhatan hati para ibu-ibu ya :laughing:

Untuk feedbacknya:

  • Saat menulis dibaca lagi aja apakah kalimatnya memang sudah enak untuk dibaca atau belum. Seperti di slide 2 dan 3, mungkin akan lebih enak kalau kalimatnya diubah supaya lebih sampai maksud kalimatnya apa.
  • Usahakan ketika di carousel, jangan ada 1 kata saja yang disimpan di 1 baris. Contoh slide 6, hanya ada kata ā€œituā€ di baris terakhir. Kesannya jadi gantung.
  • Huruf ā€œiā€ pada ibu hanya dijadikan kapital jika sedang berfungsi sebagai panggilan. Tapi kalau bukan panggilan, cukup ditulis huruf kecil. Contoh: ā€œsebagai seorang ibu, kita dituntut untuk menjadi seseorang yang kuatā€

Semangat menulisnya, Bu :blue_heart:

Makasih bu, untuk feedbacknya setelah aku baca ulang memang iya harus dikoreksi di slide2 yanh bu nadia sebutin.

Halo, selamat sore Ibu @nadiasarahw dan buibu peserta #JikaIbuMenjadi Freelance Writer
Perkenalkan, aku Arin dari Karawang.
Lewat Rumii ini, aku akan share tugas role-play. Berikut link carousel yang aku buat [https://www.instagram.com/p/Cs0r15YLDCf/?igshid=MmJiY2I4NDBkZg==](http://Link carousel)
Mohon maaf baru mengumpulkan tugas beberapa jam sebelum sesi Q n A berlangsung ya bu @nadiasarahw :pray:

Hai, Bu. Terima kasih ya udah ikutan challenge-nya. Tulisannya udah oke banget, aku sampai bingung mau kasih feedback apa :laughing:

Mungkin next-nya, bisa dipikirkan kembali apakah dalam satu paragraf sudah terlalu panjang atau belum. Karena kalau terlalu panjang, yang baca udah keburu capek duluan liat kata-kata yang terlalu banyak.

Semangat terus menulisnya, Buu :blue_heart:

Hai, Bu. Terima kasih atas tulisannya ya.

Sebenarnya tulisannya oke, tapi menurutku editannya bisa lebih sederhana jadi dibaca pun lebih enak. Nggak perlu terlalu banyak ornamen dan font yang berbeda-beda. Cukup pilih 1 font aja dan ornamen yang minimalis agar pesannya lebih tersampaikan.

Semangat terus menulisnya ya, Bu :blue_heart:

Hai, Bu. Tulisannya bagus, sampai udah menggunakan sumber yang terpercaya.

Sedikit note dari aku:

  • Huruf ā€œiā€ pada ibu hanya dijadikan kapital jika sedang berfungsi sebagai panggilan. Tapi kalau bukan panggilan, cukup ditulis huruf kecil. Contoh: ā€œsebagai seorang ibu, kita dituntut untuk menjadi seseorang yang kuatā€
  • Perhatikan jarak ketika menulis, kapan harus diberikan spasi yang lebih saat memulai paragraf baru
  • Di akhir tulisan bisa diberikan penutup seperti penyemangat agar tulisan bisa lebih relate dengan yang baca

Semangat terus menulisnya ya, Bu :blue_heart:

Hai, Bu. Terima kasih atas tulisannya ya.

Overall udah oke, hanya ada beberapa catatan:

  • Penggunaan (…) di tengah kalimat apakah perlu? Boleh dipikirkan kembali
  • Jangan lupa huruf kapital setiap awal kalimat dan setiap kalimat aktif meski di tengah kalimat
  • Perhatikan panjang paragraf, jangan sampai terlalu panjang hingga membuat pembaca lelah. Boleh dibagi-bagi menjadi beberapa paragraf agar tidak terlihat terlalu padat

Semangat terus menulisnya ya, Bu :blue_heart:

Hai, Bu. Terima kasih ya tulisannya, seru banget!

Sedikit feedback dari aku;

  • Jika menulis topik ilmiah seperti ini, bisa dicantumkan sumbernya dari mana
  • Ketika menulis gejala PPD, awalnya bicara tentang gejala utama. Tapi di beberapa kalimat setelahnya tiba-tiba langsung ā€œyang terakhirā€ padahal kedua, ketiga, dll belum ditulis. Boleh dicek lagi cara penulisannya ya
  • Konsisten memberikan huruf miring saat menulis kata asing

Semangat terus menulisnya, Bu :blue_heart: