Refleksi Perjalananku

Hai @Daisyadr, baca ceritamu merasa sangat relevan banget. Semangat yaa ibu, aku sadar betul menjadi ibu itu kayak dibebani sejuta ekspektasi yang mungkin itu terbentuk karna pemahaman sosial yang di sekitar selama ini. Ibu harus bisa urus anak, masak, ngurus suami, dan lainnya dan lainnya.

Pas banget pagi ini abis baca sharing seorang momprenuer di IG tentang taking slow, ga perlu terburu-buru. Sebelumnya, aku ibu dari 2 orang anak (34 bulan dan 6 bulan), sejak lulus kuliah gemar bekerja (lumayan suka banget sama kerjaanku, sampe suka ga tidur karna mau kasih yang terbaik). Abis nikah langsung dipercaya dapat anak, tapi kayak merasa belum cukup buat menuhin mimpi-mimpi pribadi.

Awal punya anak, aku stress, emang ga terlalu suka sama anak kecil sebelumnya. Tapi harus ngurus anak, katanya kalau sama anak sendiri pasti bisa, tapi kok tetep ngerasa ga bisa ya. Akhirnya maksa biar suka, biar bisa, tapi tetep kerja kerja kerja. Lama-lama kok capek ya, mau ngapain sih sebenernya, ngejar apa sih sebenernya. Akhirnya aku sadar harus mulai ngobrol… ngobrol sama diri sendiri. Sebenernya mau apa? Sebenernya kerja buat apa? Apa sih yang disuka dari kerjaan? Rencana membesarkan anak seperti apa sih yang dimau? Hubungan sama anak dan suami kayak apa yang mau dimiliki?

Ternyata pandemi ini ada hikmahnya, semua pertanyaan itu semacam bisa terjawab semua, bukan hanya dalam tulisan tapi bisa direalisasikan. Semakin mantap karna lebih banyak refleksi dan membaca selama masa ‘istirahat’ ini.

Ternyata yang aku suka dari bekerja adalah bisa tetap merasa berguna di luar rumah, bisa tetap merasa berdaya karena apresiasi di dunia professional. Akhirnya aku putuskan untuk menjadi freelancer. Tetap ambil project, ga perlu yang rumit dan penuh tantangan, yang penting tetap bisa menyalurkan hasrat berkarya dan tujuan awalku tercapai.

Ternyata aku mau anakku memiliki kepercayaan yang baik dengan aku, jadi saat besar nanti mereka akan selalu ‘pulang’ ke ibu dan bapaknya. Jadi aku merasa fokus dengan mereka saat ini adalah yang utama agar nanti tujuanku tercapai.

Ternyata aku merasa lebih slow down dengan kehidupan yang aku pilih ini. Menikmati prosesnya, menikmati belajarnya, dan menikmati setiap momennya (momen yanh ga enak juga tentunya hehe). Jadi dengan kayak gitu makin banyak bahan untuk ngobrol sama diri sendiri.

Kadang berjalan ‘lamban’ bukan artinya terbelakang, tapi bisa punya waktu untuk melihat lebih luas. Semangat ibu-ibu hebatt! :slight_smile:

8 Likes

Ibu @dityararas, terimakasih sudah sharing ceritamu yaaa :hugs: Your story strongly resonates with mine. Benar adanya anak2 hadir dalam hidup kita untuk meredefinisikan arti dalam hidup kita. Aku salute dengan keberanian dan kejernihan Ibu dalam menyelami makna dan tujuan hidup, karena sungguh aku paham menepis ego dan pattern yang sebelumnya sudah jadi bagian dari hidup kita itu sama sekali nggak mudah, apalagi bagi seorang yang fast-paced seperti Ibu. But hey, you did it! Keren, Bu!:hugs::handshake: Selamat menikmati proses ya, Bu :hugs:

2 Likes

a good vibes for all of us…Setiap kita istimewa dan punya peran masing-masing dalam kehidupan. Setiap kebaikan itu akan muncul kalo kita mulai mengoptimasi hal positif dalam diri kita, memfilter hal-hal negative. Karena saya percaya hidup itu proses untuk BERPROGRES meraih impian kita…Mari menebar hal baik & berbagi :innocent:

6 Likes