Bermimpilah, Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.
Aku yang masih SMP saat itu sangat tersihir dengan kutipan di buku Andrea Hirata— yang juga mengutip Leo Tolstoy Anna Karenina. Kalimat yang sangat sederhana, tapi punya daya pikat yang luat biasa. Aku merasa didukung oleh para sastrawan untuk bermimpi apa saja. Tuhan menyimak baik-baik.
Mimpi adalah nafas yang dulu membuatku kuat saat gagal berulang kali di tes-tes beasiswaku, aku pernah hampir menyerah sekali, tapi setelahnya selalu bisa menemukan cara untuk bangkit lagi dan mencoba lagi. Menghabiskan jatah gagal, kalau sabda motivator mahasiswa saat itu.
Menikah dan kemudian menjadi Ibu dulu kuyakini dengan percaya diri adalah sebuah sarana mewujudkan visi atau mimpiku yang jauh di depan. Menikah dengan suamiku, saat itu, bagiku adalah sebuah langkah cerdik untuk membuat perjalanan menuju mimpi yang jauh itu semakin cepat. Dua orang yang memiliki frekuensi sama akan beresonansi dan mengalirkan energi yang kuat kan?
Tapi selayaknya hidup, memang selalu tidak semudah itu. Menikah dan langsung dikaruniai anak, baby blues, inner-child yang terluka, anak yang GTM, konflik keluarga besar, sangat berpengaruh dalam caraku memandang (lagi) mimpi-mimpi itu.
Sering aku merasa tidak mengenal lagi aku. Aku bingung dengan definisiku, identitasku. Aku mempertanyakan eksistensiku. Karena dulu aku bangga dengan aku dan mimpiku. Suamiku menikahiku karena aku dan mimpi yang ingin ia dukung. Dan sekarang, where have I been? Sejengkal berjalan ke mimpi saja tidak.
It takes a lot of reflections to finally accept that now I am in different phase. That my dreams are all valid, even it feels out of reach. It is only a matter of time, that I am worthy as a person, that I’m not defined by my----delayed dreams. Well, my dreams are only transformed into something tangible and doable.
That motherhood has really shaped me into the new version of myself who is kinder, wiser, and richer. I can still do anything I love and it is okay if it sounds small to people. I don’t dream to please anyone. I want my children to dream big, but also enjoy every little win in their life. This kind of mindset has really set me free, and brave again to take small steps.
Jadi, semangat Ibu!