Siapa Ibupreneur yang suka minum kopi? Aroma yang menggoda, asap panas yang mengepul dari seduhan pertama, hingga kandungan caffeine yang memantik energi sungguh menggugah selera. Apalagi dengan tren menjamurnya kopi kekinian, otomatis kopi menjadi salah satu minuman favorit saat ini, bahkan tak jarang menjadi sebuah life-style. Tua-muda, laki-laki maupun perempuan, turut menyukai minuman ini.
Namun tahukah Ibu, butuh perjalanan panjang bagi kopi hingga menjadi populer seperti sekarang? Apa saja fakta sejarah di balik minuman favorit ini? Yuk, simak ulasan berikut!
Sejarah Kopi di Indonesia
Kopi mulai dibudidayakan di Indonesia sejak abad ke-17, pada masa kolonial Belanda. Pada tahun 1646, Belanda pertama kali membawa biji kopi Arabica Mocca dari Arabia. Kemudian pada tahun 1696, India mengirimkan bibit kopi Yemen atau Arabica kepada Belanda agar dapat dikembangkan di wilayah Indonesia, khususnya Batavia. Dan pada tahun 1699 didatangkan bibit-bibit kopi yang baru dari berbagai daerah. Hingga pada abad ke-19, perkebunan kopi mulai berkembang di berbagai daerah seperti Jawa Tengah, Besuki, dan akhirnya menyebar ke Sumatera, Sulawesi, Bali, serta Kepulauan Timor.
Namun dalam proses budidaya tersebut, masyarakat pribumi mengalami eksploitasi. Petani dipaksa menanam kopi dengan sistem tanam paksa. Hingga seiring waktu, kopi yang awalnya hanya ditujukan untuk perdagangan akhirnya menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
Perkembangan Budaya Minum Kopi dari Masa ke Masa
Budaya minum kopi di Indonesia semakin berkembang sejak budidaya kopi diberlakukan lewat sistem tanam paksa. Pada awalnya kopi hanya dapat dinikmati oleh kalangan atas seperti pejabat kolonial, tentara, dan pedagang Belanda. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya perkebunan dan produksi kopi di Indonesia, harga kopi semakin murah hingga dapat dijangkau oleh rakyat kecil. Kopi pun menjadi minuman yang populer di berbagai kalangan masyarakat.
Popularitas kopi yang meningkat, menyebabkan munculnya warung atau kedai kopi, baik yang dikelola oleh masyarakat pribumi maupun oleh kolonial Belanda. Selain itu, berkembang pula budaya yang disebut “kopral” atau “kopitiam”, yaitu tempat minum kopi yang dikelola oleh orang Tionghoa. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kopitiam tidak hanya dikunjungi oleh orang-orang Tionghoa saja, tetapi juga menjadi tempat berkumpul bagi masyarakat pribumi.
Budaya minum kopi yang berkembang dalam masyarakat memicu munculnya “tiga gelombang kopi”, atau dikenal dengan istilah The Three Waves of Coffee . Di Indonesia, gelombang pertama dimulai pada abad ke-17 ketika Belanda mengenalkan kopi arabika. Gelombang kedua terjadi pada sekitar abad ke-20 ketika Belanda mengenalkan kopi jenis robusta. Gelombang ketiga terus berlanjut hingga era modern saat ini, ditandai dengan berubahnya paradigma masyarakat dalam menikmati minuman kopi. Kopi tidak hanya menjadi sajian minuman biasa, tetapi berubah menjadi pengalaman khusus yang berkaitan dengan kualitas biji kopi, metode penyajiannya, hingga etika produksi kopi.
Saat ini, gelombang ketiga terus berlanjut dengan semakin maraknya kafe-kafe modern, hingga tradisi minum kopi yang terkesan jadul berubah menjadi sebuah gaya hidup yang digandrungi masyarakat modern.
Apakah Ibupreneur termasuk di dalamnya? Jangan lupa bagikan informasi ini jika dirasa bermanfaat ya, Bu!
Sumber: Fitriani, D. (2023). Eksistensi Budaya Minum Kopi dari Era Kolonial hingga Era Modern. Daya Nasional: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, 1(3). 114-119. DOI: 10.26418/jdn.v1i3.70369