Stay Foolish, Stay Hungry

Hai Ibu!

Apa Ibu pernah punya mimpi, tapi rasanya tidak mungkin? Sekarang saja, 24 jam sehari sudah habis untuk kegiatan yang sudah ada, itu pun masih ada yang tidak selesai. Mau tambah kegiatan lagi, tapi dalam hati Ibu bilang, “saya kan bukan The Flash .”

Tidak apa-apa, Bu, merasa seperti itu. Ibu juga manusia: setiap manusia punya keterbatasan. Tapi, Ibu juga perlu ingat kalau setiap manusia juga punya kelebihan. Sekarang Ibu pilih, mau pilih arah pandangnya ke mana: daftar kenapa Ibu gak bisa mencapai mimpi, atau daftar kenapa Ibu bisa berusaha, selangkah demi selangkah, mencari cara membuat apa yang hanya di benak bisa jadi kenyataan.

Tentu saja, Ibu perlu tahu apa yang mau Ibu capai. Saya ingin sukses! Ingin punya penghasilan besar! Ibu coba tanya lagi dalam hati: ‘seperti apa sih sukses, menurut Ibu? Penghasilan besar itu berapa?’ atau, saya ingin jadi pengusaha sukses dari bisnis saya bangun! Bagus, Bu, dilanjutkan terus. Lalu, tanya lagi: ‘usaha apa yang mau Ibu geluti?’ dan ‘bagaimana sih supaya saya bisa jadi bangun bisnis? Lalu, bagaimana sih jadi pribadi yang kompeten mengelola perusahaan sendiri?’

Itu semua cuma contoh ya, Bu. Saya sendiri juga mengalami kok. Kata-kata seperti ‘sukses’, ‘penghasilan besar’, ‘kompeten’ sendiri bisa kita definisikan berulang-ulang kali dan itu tidak apa-apa. Semua itu menjadi rumusan Ibu mencari tujuan/destinasi yang jelas dari mimpi Ibu. Mengenali diri sendiri jadi langkah pertama untuk mengerti apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan. Lalu, semakin bertanya kita kepada diri sendiri tanpa sadar sebenarnya kita sedang menentukan prioritas. Bertanya, bukan mempertanyakan diri sendiri dalam konotasi negatif. Itu bisa beda tipis.

Supaya tidak hanya sekedar angan-angan, ingat untuk mencatat semua pikiran ini ya, Bu. Membuat jurnal bisa jadi alat untuk perlahan mengembangkan dan menstrukturkan pikiran Ibu, termasuk ide-ide yang lalu lalang di kepala Ibu. Tidak perlu terlihat indah dan Instagram-able . Yang penting Ibu bisa mengerti ketika Ibu membacanya kembali. Boleh juga buat coret-coret di kertas yang ditempel di dinding. Bentuknya bisa dimulai dari daftar poin-poin isi kepala, atau ceklis daftar panjang kegiatan dalam sehari.

Nanti jangan heran, kalau Ibu bisa sampai di titik yang bahkan Ibu tidak bayangkan sebelumnya. Menulis bisa menjadi bentuk me time: alat terapi bagi diri sendiri. Pikiran dan waktu yang Ibu investasikan untuk mewujudkan tulisan menjadi langkah Ibu mendapatkan kekuatan dari diri sendiri. Karena, ternyata ini membuktikan kalau Ibu berhasil lho menghasilkan sesuatu di waktu Ibu yang hanya 24 jam itu. Waktu yang sebelumnya Ibu bilang tidak mungkin. Nah, sekarang Ibu tahu kan kalau 24 jam itu bisa diisi lebih dari yang Ibu kira.

Pelan-pelan jadikan kebiasaan menulis ini sebagai alat Ibu merekam apa saja langkah-langkah kecil yang perlu Ibu lakukan untuk tujuan yang lebih besar. Kecil tapi nyata dan tidak perlu muluk-muluk. Seperti, bangun lebih pagi, lebih rutin olahraga atau meditasi sendiri tanpa ada distraksi, lebih sering beribadah, menyapa teman lama, bisa apa saja.

Buat kebiasaan menulis dan mencatat ini menjadi salah satu achievable task harian Ibu untuk mencatat small tasks lainnya. Mulai dengan sederhana, jadi memungkinkan dilakukan setiap hari. Tiap Ibu berhasil melakukan satu langkah, beri apresiasi untuk diri sendiri. Yes, aku bisa! Kalau belum berhasil? Tetep dong, beri apresiasi ke diri Ibu. Artinya, Ibu sudah tahu mana yang belum berhasil. Besok coba lagi yang lain. Selalu yakini, tidak ada langkah yang terlalu kecil.

Membuat langkah kecil membantu sekali untuk kita terus maju dengan apa yang kita sudah punya dan yang kita tahu, ketimbang pusing sendiri memikirkan mau mulai dari mana atau meraih yang terlalu jauh. Ada yang bisa kita kerjakan sendiri, ada juga yang perlu tambahan dukungan.

Dukungan bisa dalam bentuk bantuan dari orang terdekat. Atau, kalau ternyata dukungan yang kita butuhkan tidak bisa didapatkan dari orang terdekat, berhenti sejenak. Lalu, cari mulai dari apa yang kita punya dan apa yang kita tahu. Bisa cari informasi lewat google, mengikuti webinar tak berbayar, jajan buku sesuai topik yang kita ingin gali, atau ikut komunitas online untuk mengingatkan diri kita kalau kita tidak sendiri.

Masa Ibu berproses adalah perjalanan panjang maju-mundur naik-turun bukit. Yakini Bu, ketika sedang turun bukan artinya mundur. Ketika naik, tetap terus berjalan. Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Sisipkan doa di tiap langkah semoga Tuhan berkenan memberi berkahNya dalam bentuk kekuatan hati lapang, konsisten dan gigih dalam berproses.

Kalau lelah menyapa, silakan berhenti sejenak dan ambil istirahat. Bukan karena lemah, tapi istirahat merupakan langkah kecil untuk melangkah di esok hari. Catatan diri lama Ibu jadi pengingat kenapa Ibu perlu meneruskan perjalanan ini. Percayalah pada kaki Ibu, kalau kedua kaki mampu menopang tubuh dan mengantarkan Ibu ke tempat baru. Terus melangkah dan terus ajukan pertanyaan dalam benak Ibu. Karena, satu pertanyaan bisa mengantarkan ke banyak jawaban, ketimbang berpuas diri dengan satu jawaban.

Stay foolish, stay hungry.
-Steve Jobs

3 Likes