Studi: Pembelajaran Daring Jadi Sumber Stress Utama Banyak Ibu

Hai Ibu,
Apa kabar? Sehat lahir batin kah?

Sebentar lagi tahun ajaran baru nih, si kecil sudah mulai sekolah belum?

Tahun kemarin, anakku ga melanjutkan belajar di TK-nya karena metode online learning nya kurang cocok dengan gaya kami. Nah, tahun ajaran baru ini umurnya sudah 6 tahun lebih, jadi ya mesti masuk SD dong. Ketika mendaftar di akhir 2020 lalu, saya berharap nanti saat sekolah dimulai sudah bisa tatap muka langsung.

Hayooo, siapa yang kangen anak-anaknya sekolah offline nih?

Ah, tapi sepertinya masa itu belum bisa terwujud dalam waktu dekat ini, dengan kurva covid 19 yang semakin naik sih saya waswas banget kalau anak belajar dari sekolah.

Mengajar anak sendiri di rumah itu penuh tantangan, bikin oleng lahir batin. Baru kali ini saya (sering) mempertanyakan kesehatan mental saya, dan ternyata banyak orang tua lain yang juga mengalami hal sama, bahkan dengan tingkat stress yang bermacam-macam.

The Jakarta Post mengutip survei internal oleh Tanoto Foundation, sebuah organisasi filantropi pendidikan berorientasi keluarga, yang menemukan bahwa 56 persen orang tua dengan anak usia SD dan 34 persen orang tua dengan anak usia SMP merasa stres dan bosan saat mendampingi anak belajar di rumah.

Apalagi pembelajaran online hanya satu dari sekian banyak sumber kecemasan yang hadir akibat pandemi.

Satu temuan mengejutkan dari studi lain: Faktor-faktor seperti jumlah anak dan jenis kelamin anak—yang dapat mewakili tingkat kesulitan mengasuh anak—tidak mengubah tingkat stres. Begitu pula dengan tingkat pendidikan orang tua.

Jadi fix ya kondisi ini memang sebuah fenomena GLOBAL. Terlihat dari variasi meme home schooling yang makin absurd tapi relevan :laughing: salah satu caraku coping with stress biasanya lihat yang lucu-lucu aja sih Bu.

Dari riset di atas, dan banyak studi lain baik dari civitas akademika dan pakar perilaku konsumen, ada kebutuhan besar orang tua buat menurunkan tingkat stress mereka khususnya akibat pembelajaran daring. Orang tua butuh “PAINKILLER”, produk/jasa yang bantu menghilangkan keruwetan mereka terkait home-based learning.

Beberapa brand luar seperti Waterwipes (produk: baby’s wet tissue) memberikan hadiah ke pelanggannya berupa langganan gratis aplikasi Headspace, sebuah layanan kesehatan mental digital. Ada juga brand yang mengeluarkan Resource Guide untuk orang tua dan anak dengan dukungan virtual, lengkap dengan petunjuk aktivitas setelah tugas sekolah selesai, konseling online, dan bentuk lainnya.

Nah, bagaimana bisnis kita bisa membantu kebutuhan khusus seperti ini? Apalagi kalau bisnis Ibu membidik target Ibu/orang tua/anak, mungkin ada produk/jasa tambahan yang bisa kita tawarkan, dan masih relevan dengan core bisnis kita. Bahkan cara kita memberikan support lewat konten-konten terkait pembelajaran online juga bisa membantu para pelanggan kita.

Asiiik, jadi banyak ide nih. Yuk bantu sesama Ibu lewat bisnismu :smiling_face_with_three_hearts:
Tertarik seru-seruan ngulilk bisnismu supaya semakin membahana dampaknya? Masih ada waktu nih buat daftar di Beasiswa Ibu Punya Mimpi Batch #5