Memilih Solusi Bisnis Tepat Saat Menghadapi Masalah Bersama Ibu Dian Puspitasari (Big Change Agency)

Hai Ibu-ibu semuanya~

Sudah hampir akhir tahun 2020 nih tapi ternyata pandemi belum berakhir. Karena harus berusaha tetap sehat, banyak juga kebutuhan yang harus di upayakan. Dari makan yang sehat sampai minum vitamin. Tapi terasa juga pemasukan berkurang. Jadi pengen coba buka bisnis. Tapi kira-kira bisnis apa ya sebaiknya di masa pandemi gini?

Atau mungkin ibu-ibu sudah punya bisnis namun saat pandemi akhirnya banyak masalah yang muncul? Seperti omzet menurun namun tetap harus menggaji karyawan, harga bahan baku meroket, pendistribusian kurang lancar atau bahkan harus ganti haluan?

Kira-kira gimana ya cara memilih solusi yang tepat agar bisnis tetap lancar di masa sulit ini?

Yuk kita berdiskusi dengan Live Chat bersama Bu Dian Puspitasari di RUMII hari Kamis, 22 Oktober 2020 jam 19.00.

Silakan drop pertanyaan yang mengganjal atau kalo mau curhat sekalian di sini ya bu~

See you~

6 Likes

hai ibu @narschika aku Rizqif bu yang ingin aku tanyakan pada Bu Dian… bu… untuk menaikkan harga produ biasanya untuk diterima pasar dengan baik kembali apa ya bu yang harus kita lakukan tips dan triknya? agar harga tetap diterima konsumen terimakasih… :blush:

3 Likes

Hi ibu-ibu semua, kita simak dan baca-baca dulu yuuk presentasi yang dikasih sama Bu Dian untuk bekal diskusi kita nanti malam.

Nah hayuk ibu-ibu semua yang mau nanya dipersilakan yaaa

3 Likes

Btw makasih pertanyaannya Bu Rizqif, nanti malem jangan lupa join live chatnya yaa~

2 Likes

Hola Bu Dian & Bu @narschika, makasi kesempatannya
Aku Opin dari Lampung.

  1. Bu sukak bgt sama concept Bu Dian :
    " Addiction before Adaption", dalam mencari solusi bisnis gimana ya Bu step by stepnya agar “menemukan” addiction tersebut?
  2. Mencari stories customer itu gampang-gampang susah Bu bagi aku, masih bingung kapan owner bisa mengetahui atau yakin kalau itu sudah “match stories” apa harus melihat sisi emotional story atau gimana ya Bu ? butuh pencerahan dan Unifying stories disini bisa dijelaskan Bu.

Terima kasih Bu sudah berbagi & menginspirasi
:heart:

1 Like

Hai Ibu Dian & Ibu @narschika , aku Devin domisili di Depok.

Bu, aku mau tanya untuk bisa create “brand story” itu berdasarkan apa ya bu? Kalau yang saya dengar2 brand story itu perlu terus sustain. Nah untuk bisa membangun brand story yang sustain, original dan tetap mengikuti “trend” gimana ya bu? Terima kasiiih Bu Dian dan Bu Cikaa :relaxed:

1 Like

Hi ibu
20 menit lagi live chat akan dimulai yaaah. Stay tune

Bu Dian,
Saya pun mau tanyaa hehe

Biasanya di saat kesulitan kita punya berbagai planning A,B,C tapi untuk melihat keberhasilan peluang kadang belum tentu tinggi. Nah kira-kira solusi yg baik itu seperti apa sih bu? Yang bagaimana dampaknya ke bisnis kita kalopun tidak 100% ‘sehat’ lagi gitu?

Satu lagi bu. Kalo misal baru mulai bisnis dan mau cari partner itu gimana kiatnya? Tujuannya jg supaya lebih bisa dpt insight kalo lg dalam kesulitan hehe. makasih buu

2 Likes

Hi, Halo, Selamat malam Ibu-Ibu.
Senang sekali bisa bergabung dan berdiskusi bersama-sama di forum ini.
Saya sangat mengapresiasi dari namanya “Ibu Punya Mimpi”, sebuah manifestasi yang sangat baik.

Saya mulai mencoba menjawab satu persatu ya.

6 Likes

Yeay karena Bu Dian sudah disini, silakan bu untuk jawab pertanyaannya

1 Like

Bu @DMPS Black Swan di presentasi ibu, apakah sama dengan buku teori Black Swan Nassim Nicholas Taleb? Kurang lebih itu tentang bertahan saat melalui krisis atau negative events dan kemampuan untuk mengeksplorasi positive events. Saya pernah baca sih tp agak lupa hihi.

Boleh ga dijelasin black swan yg ibu maksud di presentasi ibu?

2 Likes

Hi Ibu Chika,

Sebenarnya menurut saya, semua barang itu pasti bisa dijual dan akan laku dijual.
Yang menjadi poin berikutnya adalah “Bagaimana cara menjualnya?”

Kebanyakan dari kita memang hanya melihat “Ah, semua jual ayam goreng, maka saya juga harus jual ayam goreng, pasti laku”.

Pertanyaan berikutnya, kalau sudah ada 10 yang menjual ayam goreng, bagaimana kita bisa menjadi “Terlihat”. Apa "rumus"nya yang harus dipelajari untuk itu.

Bisa dilihat dibagan dibawah ini yang biasanya selalu saya sebut dengan FIT TRIANGLE

Pertama kita harus bisa menuliskan:

  1. Kehebatan dari brand/produk kita
  2. Kita harus tahu apa yang dibutuhkan oleh customer kita. Customer dalam hal ini adalah paling tidak teman-teman yang ada disekitar kita.
  3. Kita harus juga paham siapa saja kompetitor kita dan apa yang sudah mereka tawarkan.

Tulisan 3 hal tersebut. Check satu-persatu, nanti setelah dituliskan, cari perpotongan antara.

  1. Konsumen kita butuh
  2. Itu juga salah satu kebutuhan konsumen
  3. Belum dilakukan oleh kompetitor lain

Fokus menjual produk/brand kita di 1 pesan kunci itu.
Karena berarti belum ada yang menyediakan dipasaran.

Terlalu banyak pesan dari 1 produk itu bisa jadi membuat customer bingung.
Pilih 1 saja pesan kunci untuk menjadi cara kita menjual produk/brand kita.

5 Likes

Hi Ibu Chika,
Saya menjawab pertanyaan kedua tentang cara mencari partner.

Kali ini saya akan bercerita dari kegagalan saya dahulu.

Selain menjadi konsultan brand dan marketing saya juga mempunyai homebrand.

Disana saya punya sekali banyak partner. Dari sekian banyak saya sudah belajar gagal 2 kali.
Tapi itu tidak membuat saya takut untuk mencoba kembali.
Diantara 2 kali yang gagal, ada 1 yang paling bisa saya bagikan “caranya”.

  1. Kita harus tahu tentang values kita. Values/nilai cara kita berkehidupan, berbisnis dan berteman. Saya selalu mulai dari validasi apakah kita mempunya values/nilai yang sama.

  2. Cari tahu cara mereka mengelola keuangan pribadi mereka. Itu adalah kunci utama dalam mencari partner. Kalau cara mengelola keuangan pribadi mereka dikategorikan baik, maka semua keputusan yang diambil apalagi berkaitan dengan uang pasti juga baik.

  3. Apa tujuan utama mereka. Semua orang punya motif yang berbeda saat ingin memulai bisnis. Biasanya ada 3 tujuan.
    I. Bisnisnya dilakukan sampai periode tertentu. Ada deadline selesai lalu dibubarkan.
    II. Bisnisnya ingin diwariskan sampai ke anak cucu.
    III. Bisnis ini nantinya akan dijual ke investor/venture capitalist

Dari pernyamaan tujuan, ini akan menentukan bagaimana kita membuat prioritas dan meluangkan waktu dan energi untuk membangun bisnis tersebut.

  1. Taste/Selera. Cari tahu apakah selera kita berbeda atau sama. Terkadang ini menjadi hal yang bisa dibilang penting tidak penting tapi punya pengaruh besar dalam pengambilan keputusan sekecil apapun.

Seandainya selera kita berbeda. Pastikan kita punya panduan khusus tentang selera/taste dari produk/brand yang dikelola bersama. Buat panduannya/guidelinenya dalam bentuk turunan kriteria. Maka kedepannya, semua keputusan yang diambil adalah karena memenuhi kriteria. Bukan selera pribadi.

Disitu kita bisa menghemat energi untuk berdebat.

Selamat mencari partner Ibu Chika :slight_smile:

3 Likes

Hi Ibu Chika,
Jujur saja saya belum sempat membaca buku teori Black Swan dari Nassim Nicholas Taleb.

Tapi saya terinspirasi dari band Korea, BTS, yang memiliki judul lagu BLACK SWAN.

Black Swan yang dimaksud didalam materi yang saya berikan adalah “menghadirkan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan atau dipikirkan sebelumnya.”

Yang membuat sesuatu itu menjadi benar-benar “TERLIHAT” karena dia berbeda.

Biasanya kalimat itu selalu saya serukan pada saat ada sebuah ide yang bisa menjawab problem di masyarakat dan sangat mempunyai nilai bisnis, “BLACK SWAN”.

Rumus-rumusnya seperti yang sudah diberikan pada presentasi diatas salah duanya.

  1. FIT Triangle
  2. Unifying Story (Irisian Cerita)
3 Likes

Ternyata pilih partner itu memang butuh pakem ya bu karena saya yakin walopun semua poin di atas dipertimbangkan dan di dapat, tetap saja mungkin ada perdebatan tentang perbedaan pendapat ya bu.

Dan mungkin saat itu terjadi kita ga boleh baper ya buu hahaha biasa kalo kita kenal deket jadi kebawa in-person :joy:

1 Like

Hi Ibu Opin di Lampung.
Salam kenal :slight_smile:

1. ADDICTION BEFORE ADOPTION
Stepnya saya jelaskan kembali ya Bu.

Pertama kita harus bisa menuliskan:

  1. Kehebatan dari brand/produk kita
  2. Kita harus tahu apa yang dibutuhkan oleh customer kita. Customer dalam hal ini adalah paling tidak teman-teman yang ada disekitar kita.
  3. Kita harus juga paham siapa saja kompetitor kita dan apa yang sudah mereka tawarkan.

Tulisan 3 hal tersebut. Check satu-persatu, nanti setelah dituliskan, cari perpotongan antara.

  1. Konsumen kita butuh
  2. Itu juga salah satu kebutuhan konsumen
  3. Belum dilakukan oleh kompetitor lain

Fokus menjual produk/brand kita di 1 pesan kunci itu.
Karena berarti belum ada yang menyediakan dipasaran.

Terlalu banyak pesan dari 1 produk itu bisa jadi membuat customer bingung.
Pilih 1 saja pesan kunci untuk menjadi cara kita menjual produk/brand kita.

UNIFYING STORIES

Saat Ibu sudah menemukan 1 pesan kunci yang menjadi irisan.
Kita cari tahu tentang “kalimat yang mengandung emosi” untuk menggugah customer atau calon customer kita.

Saya berikan sebuah contoh yang sudah umum ya Ibu-Ibu.

Case Study
Kita semua pasti tahu tentang produk/brand TEH SARIWANGI
Ada berapa banyak teh yang dijual di Indonesia?
Pasti banyak sekali. Yang membuat mereka laku terjual dengan mudah selain memang ada dimana-mana tapi bagaimana mereka bisa membuat story dari produk/brand tersebut.

1 pesan kunci yang mereka sudah analisa mereka mengetahui bahwa semua orang di Indonesia itu minum teh dan teh itu selalu hadir di acara keluarga ngobrol yang melibatkan siapapun termasuk keluarga dan Teh Sariwangi tahu betul bahwa tidak ada kompetitor yang mengangkat story tersebut.

Maka kampanye mereka berjudul “Mari Bicara”, dengan Teh Sariwangi, pembicaraan menjadi lebih enak.

Karena pada akhirnya, pembeli/customer tidak selalu membeli barang hanya karena fungsinya. Tapi karena hal yang berelasi, dari sebuah cerita maka keajaiban akan terjadi.
Seperti quote dibawah ini.

3 Likes

Halo ibu @DMPS! Seneng banget akhirnya sesi ini datang juga. Salah satu obrolan yang ku tunggu banget.

Bu, aku ada beberapa pertanyaan:

  1. terkait dengan brand stories, adakah tips bagaimana mengkomunikasikan brand stories kita agar konsisten di setiap channel komunikasi yang kita pakai? Agar konsumen bisa tetap menangkap cerita utuh.

  2. Terkait sustainability
    Sekarang dimana bisnis, brand, produk cepat sekali silih berganti, adakah definisi dan indikator sebuah brand dikatakan sustain? Dan… bagaimana peran kekuatan brand story dalam hal ini bu?

Terima kasih ibu :slight_smile:

3 Likes

Ya Bu Chika.

Betul sekali, baper itu biasa.
Jangan salah, itu tidak hanya Ibu-Ibu loh.
Sebenarnya sesama Bapak-Bapak juga hehehehe.
Bedanya kita kalau baper diungkapkan. Mereka belum tentu bisa mengungkapkan.

Memang membuat kesepakatan juga perlu.
Saya dan partner saya punya 1 kalimat yang selalu kita ucapkan secara sadar saat kita tidak sedang konflik “Kita harus saling menjaga”. Karena ucapan yang diulang-ulang itu akhirnya membuat sebuah karakter.

Jadi saat kita berdebat, kita akan mengingat kesepakatan kita yaitu “Kita harus saling menjaga”. Akhirnya kita jadi lebih bisa mengelola emosi. Misalnya marah terkadang pasti terjadi, tapi setelah itu dibarengi juga dengan permintaan maaf dan sepakat bahwa kita akan memulai dari titik 0 lagi supaya kemarahan tersebut tidak terbawa dan dipendam lalu meledak dikemudian hari.

Teorinya memang gampang tapi prakteknya memang harus diulang-ulang dan sepenuhi hati. Tapi pasti berhasil.

Partnership saya yang saya ceritakan diatas sudah berlangsung ditahun ke 5. Dengan ujian pandemi Corona tapi kita selalu berusaha untuk bisa melewatinya dengan pondasi yang kita sudah buat sebelum-sebelumnya.

2 Likes

Btw Bu @DMPS ada pertanyaan dari Bu Rizqif nih yang belum dijawab. Monggo buu…

Hi Bu Devin di Depok,

Create brand story itu didasarkan dengan rumus diatas yang saya sudah berikan.
Saya ulang kembali di page Ibu ya.

1. ADDICTION BEFORE ADOPTION
Stepnya saya jelaskan kembali ya Bu.

Pertama kita harus bisa menuliskan:

  1. Kehebatan dari brand/produk kita
  2. Kita harus tahu apa yang dibutuhkan oleh customer kita. Customer dalam hal ini adalah paling tidak teman-teman yang ada disekitar kita.
  3. Kita harus juga paham siapa saja kompetitor kita dan apa yang sudah mereka tawarkan.

Tulisan 3 hal tersebut. Check satu-persatu, nanti setelah dituliskan, cari perpotongan antara.

  1. Konsumen kita butuh
  2. Itu juga salah satu kebutuhan konsumen
  3. Belum dilakukan oleh kompetitor lain

Fokus menjual produk/brand kita di 1 pesan kunci itu.
Karena berarti belum ada yang menyediakan dipasaran.

Terlalu banyak pesan dari 1 produk itu bisa jadi membuat customer bingung.
Pilih 1 saja pesan kunci untuk menjadi cara kita menjual produk/brand kita.

UNIFYING STORIES

Saat Ibu sudah menemukan 1 pesan kunci yang menjadi irisan.
Kita cari tahu tentang “kalimat yang mengandung emosi” untuk menggugah customer atau calon customer kita.

Saya berikan sebuah contoh yang sudah umum ya Ibu-Ibu.

Case Study
Kita semua pasti tahu tentang produk/brand TEH SARIWANGI
Ada berapa banyak teh yang dijual di Indonesia?
Pasti banyak sekali. Yang membuat mereka laku terjual dengan mudah selain memang ada dimana-mana tapi bagaimana mereka bisa membuat story dari produk/brand tersebut.

1 pesan kunci yang mereka sudah analisa mereka mengetahui bahwa semua orang di Indonesia itu minum teh dan teh itu selalu hadir di acara keluarga ngobrol yang melibatkan siapapun termasuk keluarga dan Teh Sariwangi tahu betul bahwa tidak ada kompetitor yang mengangkat story tersebut.

Maka kampanye mereka berjudul “Mari Bicara”, dengan Teh Sariwangi, pembicaraan menjadi lebih enak.

Karena pada akhirnya, pembeli/customer tidak selalu membeli barang hanya karena fungsinya. Tapi karena hal yang berelasi, dari sebuah cerita maka keajaiban akan terjadi.
Seperti quote dibawah ini.

BEING SUSTAIN YET ORIGINAL
Masa kampanye sebuah brand/produk sampai kampanye itu bisa benar-benar diterima oleh consumer itu minimal sekali 3bulan. Itu baru fase diterima. Sampai akhirnya mereka benar-benar menerima dan bisa memilih butuh waktu yang lebih lama. Tapi paling tidak story ini harus divalidasi kembali setiap tahun.

Jadi, kalau messagenya sama dan dipakai bertahun-tahun nanti ketinggalan jaman. Daur kembali brand story produk/brand kita setiap tahunnya.

2 Likes